Jumat, 25 Juli 2014

Memahami Kesalehan Transformatif Pada Ikhtiar Transfigurasi Ahmad Wahib


Memahami Kesalehan Transformatif Pada Ikhtiar Transfigurasi Ahmad Wahib

            Ahmad wahib adalah sosok aktivis muslim yang mengalami gejolak pemikiran yang sungguh luar biasa dalam hidupnya. Hal itu disebabkan oleh ajaran serta dogma agama yang tak jarang bertentangan dengan pengalaman hidup dan apa beliau rasakan. Tak semua umat muslim mengalami apa yang beliau alami. Sehingga gagasan serta apa yang beliau fikirkan tak jarang menyebabkan kontroversi dan berbenturan dengan pendapat mayoritas umat islam pada umumnya. Dalam sejarah hidupnya ia pernah tinggal dan hidup di lingkungan Kristen dan bergaul dengan seorang Kristen yang sholeh. Dalam kesehariannya dia senantiasa bergaul dengan ulam dan pemikir islam. Dia hidup di lingkungan islam dan melihat orang islam yang tidaklah sholeh malahan cenderung pendosa dalam kehidupan nereka sehari-hari.
            Latar belakang kehidupan yang beliau alami membentuk pemikiran yang khas,”nyeleneh” bahkan bebrapa kalangan pundamentalis islam mengangap beliau adalah orang yang sesat. Dimata Wahib perbedaan adalah sebuah keniscayaan yang haru dirasakan, bukan disesali atau di bensi. Bagi wahib perbedaan semestinya disikapai dengan cara melebur, aku-individu ke dalam realitas multivarian, menyelaminya, memaknainya satu persatu. Dengan begitu kita bisa melihat warna yang beraneka rona, demikian wahib menyebutnya- dan merayakan perbedaan sebagai rahmat Tuhan .
            Pluralisme bagi ahmad wahib adalah sebuah keharusan dalam hidup. Karena jika kita tak memahami dan mengamalkan makna dari pluralisme mustahil kita bisa mecapai derajat muslim yang seutuhnya. Karena dalam pemahaman beliau keshalehan dalam islam hanya akan dicapai bukan oleh orang yang merasa “paling islam” tapi kesalehan itu hanya bisa di capai oleh orang yang mampu merasa,meresafi dan mengamalkan nilai-nilai islam dan inti dari ajaran islam.

Belajar pada ikhtiar transfigurasi Wahib
Aku bukan hatta, bukan soekarno, bukan sjahrir, bukan Nasir, bukan Marx, dan bukan pula yang lain-lain. Bahkan............ aku bukan wahib. Aku adalah Me-Wahib, aku mencari dan terus-menerus mencari , menuju dan menjadi wahib, ya, aku bukan aku, aku adalah meng-aku yang terus menerus berproses menjadi aku
( Ahmad Wahib, 1981:55)
Aku bukan nasionalis, bukan Katoloik, bukan sosialis, aku bukan budha, Protestan, bukan westernis. Aku bukan komunis aku bukan humanis, aku adalah semuanya . mudah-mudahan inilah yang disebut Muslim. Aku ingin bahwa orang memandang dan menilaiku sebagai suatu kemutlakan tanpa menghubung-hibngkan dari kelompok mana saya termasuk serta dari aliran apa saya berangkat
( Wahib, 1981 : 41 )

Bila menilai sesuatu kita sudah bertolak dari suatu asumsi bahwa ajaran Islam itu baik dan paham-paham lain dibawahnya lebih rendah. Ajaran Islam kita tempatkan kedalam tempat yang paling baik. Dan apa yang tidak cocok denganya kita taruh dalam nilai dibawahnya. Karena islam itu paling baik maka kita selalu mengindentikan pendapat yang kita anggap benar sebgai penadapat Islam
 ( Wahib, 1981 : 21-22 )

Menurut  Kuntowijoyo berdasarkan  Al-Qur’an surat Al-Imron 110  Bahwa islam memiliki dinamika dalam untuk tumbuhnya desakan pada adanya transformasi sosial secara terus-menerus ternyata berakar juga pada misi ideologisnya, yakni cita-cita untuk menegakan amr ma;ruf dan nahy munkar dalam masyarakat dalam kerangka keimanan kepada Tuhan, sementara amar ma’ruf berarti humanisasi dan emansipasi dan nahy munkar merupakan upaya untuk liberalisasi dan karena kedua tugas ini berada dala kerangka keimanan maka humanisasi dan liberalisasi ini merupakan dua sisi yang tidak dapt dipisahkan dari transendensi. Di setiap masyarkat dengan struktur dan sidtem apa pun dan dalam tahap historis yang mana pun, cita-cita untuk humanisasi, emansipasi, liberalisasi, dan trensendensi akan selalu memotivasikan gerakan transformasi Islam ( Kuntowijoyo, 1991 : 338 )
Selain dari itu Munir mulkhan  berpendapat “Ajaran rahmatan lilalamin   hanya akan efektif manakala tafsirnya diletakan dalam tubuh sejarah kemanusiaan, salah satu nilai dasar dari penurunan agama dan agama-agama adalah fungsinya bagi manusia, bukan sebaliknya manusia diciptakan untuk agama....  karena itu makna Islam sebagai ajaran bagi perdamaian dan keselamatan umat manusia akan berfunngsi manakala ajaran itu dipahami dan ditafsir bagi kepentingan kemanusiaan dan bukan untuk  kepentingan ketuhanaan ( Abdul Munir Mulkham, 2005 : 47-48 )
Pemaknaan islam sebagai agama kemanusiaan yang akan menjadi rahmat bagi alam semesta. Islam adalah agama yang pali mulia dan agama yang paling sempuran tak ada yang lebih sempurna dan mulia lebih dai islam “alislamu yu’la wala ya’lu alaih”.namun keluhuran dan kesempurnaan nilai-nilai yang ada dalam ajaran islam tidak akan Nampak ketika umat islam belum memahami dan memaknai inti dari ajaran islam seutuhnya. Islam adalah agama paling plural dan menjung-jung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta nilai ketuhanan.
Untuk memahami keluhuran dan nilai-niali pluralism serta toleran terhadap perbedaan yang ada dalam islam manusia haruslah memaknai kembali fungsinya sebagai khalifah di muka bumi ini.  Dalam hal ini Nurrholic madjid pendapat Mengenai manusia KHALIFATULLAH , dia menggambarakan dan melakukan reinterpretasi terhadap “drama kosmis” penciptaan manusia bersumber pada Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 31. Diantaranya , ia memaknainya sebgai :
1.      Kisah itu menyatakan martabat manusia yang sangat tinggi sebagai khalifah atau wakil tuhan dibumi.
2.      Untuk Menjalankan tugasnya sebagai  khalifah Allah dibumi, manusia dilengkapi dengan ilmu pengetahuan
3.      Kelengkapan lain martabat manusia adalah kebebasan, namun tetap mengenal batas
4.      Dorongan untuk mengenal batas adalah nafsu serakah yaitu perasaan tidak puas dengan anugrah tuhan
5.      Karena kelengkapan ilmu saja tidak menjamin manusia terhindar dari kejatuhan maka manusia memerlukan petunjuk ilahi sebgai spirit safety net
6.      Dengan mengikuti petunjuk ilahi itu manusia dapat memperoleh kembali kebahagiaann surgawinya yang telah hilang ( N.Madjid 1999, 227-228)
Tafsir drama kosmis tersebut menyajikan bebrapa kata kunci yaitu tugas kekhalifahan, pengetahuan, kebebasan, hawa nafsu, pengetahuan spiritual safety net, dan perolehan kembali kebahgiaan yang pernah terlepas, menurut  Nurholish , berdasarkan tafsir Drama kosmis diatas , konsep kekhalifan manusia terkait dengan konsep taskhir, tawhid, dan taslim.Taskhir berarti penundukan alam untuk umat manusia “ sebagai konsekuensi dari tugas kekhalifahan. Allah menciptakan segala sesuatu dibumi ini untuk manusia ( QS 2-29 ), Allah menundukan atau membuat lebih rendah (sakhara) segala sesuatu yang ada dijagat raya untuk manusia. ( QS, 31:20; 45:13)
Tauhid dalam islam adalah proses pembebasan diri yang berpangkal dari syahadat pertama terdiri dari penafiaan dan peneguhan(al-nafy wa al-itsbat)  yaitu peniadaan jenis-jenis Tuhan apapun, dan peneguhan terhadap adanya tuhan yang sebenarnya. Dan Taslim ; islam adalah agam yang menghendaki ada keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhan Hablum minallah. manusia dengan manusia hablum minannas, manusia dengan alam hablum minal alam dan manusia dengan dirinya sendiri hablum minan nafsi.
Mudah-mudahan kita semua termasuk golongan yang terus menerus memahami dan merenungkan keluhuran makna dan kebaikan ajaran islam. Sehingga islam sebagai agama paling manusiawi dan agama pali sempurna akan terlihat dan dirasakan tidak hanya oleh umat islam melainkan oleh suluruh umat manusia bahkan semua makhluk yang ada di alam raya ini. Karena itulah islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin. Amin ya rabb
Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar