Dari Sahadat Ke Revolusi Bangsa Dan Negara Guna Menjadi Negara Yang
Adil Makmur Dan Diridhai Allah SWT
(Bagian 1_Syahadat Ilahiyah)
Oleh : Faiz Al-Zawahir *
Islam
adalah agama yang paling sempurna dan tak ada yang lebih sempurna dari islam “al islamu yu’la wala ya’lu alaih” .
manifestasi akan kesempurnaan islam ada dalam segala asfek kehidupan. Islal
satu-satunya agama yang membahas segala asfek kehidupan manusia. Islam
senantiasa mengatur bagaimana pola interaksi manusia dengan Tuhan, manusia
dengan sesame manusia,manusia dengan alam dan manusia dengan dirinya sendiri.
Selain dari itu islam satu-satunya agama yang mengatur seluruh tingkah laku
dalam kehidupan manusia. Kesempurnaan islam bisa dibuktikan oleh semua manusia
menggunakan fersfektif apapun dan ketika islam dilihat dari berbagai fersfektif
maka akan semakin Nampak kesempurnaan islam. Hal itu membuktikan bahwasanya
kesempurnaan islam tak akan pernah terbantahkan lagi.
Jika suatu bangsa
ataupun Negara dibangun dengan pijakan nilai-nilai islam maka bangsa itu akan
menjadi bangsa yang adil dan makmur yang diridhai Allah SWT karena hal itulah
yang menjadai “masyarakat Cita” yang menjadi tujuan islam. Hal itu akan
Nampak ketika islam yang rahmatan lil alamin terrealisasikan
dalam segala asfek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Akan
tetapi kesempurnaan islam tidak akan pernah bisa terlihat dan dirasakan ketika
nilai-nilai ajaran islam tidaklah di aflikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Karena sebuah nilai atau ajaran dikatakan hidup ketika diwujudkan dalam amal
shaleh atau caknur menyebutnya kerja social. ketika ajaran serta nilai yang
diajarkan agama itu tidak di implementasikan dalam kehidupan maka agama akan
kehilangan subtansi serta esensi dari agama tersebut. Agama hanya akan menjadi
ritus-ritus yang kehilangan maknanya,agama hanya akan menjadi seperangkat
kitab-kitab yang mendongengkan kebaikan dan keburukan.
Dalam
mengimplementasikan ajaran islam dalam kehidupan ini maka kewajiban untuk
seluruh umat islam yang pertama adalah membaca dua kalimat syahadat. Dua
kalimat syahadat sebagaimana dibahas oleh para ulama adalah pintu gerbang
menuju keislaman yang kaffah. Dalam hadis nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan
oleh bukhari dan muslim Syahadat adalah rukun islam yang ke-1 dalam logika ilmu
pasti tak mungkin manusia bisa sampai pada angka 2 jika angka satu belum
sempurna begitu pula seterusnya. Oleh sebab itu maka penyempurnaan syahadat
adalah kunci untuk mewujudkan islam yang rahmatan
lil alamin.
Kepasrahan adalah titik nol sebagai
prasarat mutlak Syahadat yang kaffah
Akan tetapi
masalah yang selanjutnya bagaimana caranya supaya manusia bisa sempurna dalam
syahadatnya. Syahadat adalah rukun islam yang ke-1 namun dalam deret matematika
di alam raya ini sebelum bisa menginjak ke angka 1 maka manusia haruslah
menyempurnakan dulu bilangan 0 (nol) baru aka tercapai. Prasarat utama supaya
syahadat seorang muslim sempurna adalah : pertama.
Syahadat adalah perwujudan dari kepasrahan manusia dalam menerima Allah
sebagai tuhannya serta Nabi Muhammad SAW sebagai nabinya. Seorang manusia bisa
pasrah jika memiliki alasan yang tepat dan tidak terbantahkan kenapa saya harus
pasrah? Kepasrahan adalah titik nol dalam diri manusia titik nol adalah titik
keseimbangan alam semesta. Nol adalah bilangan yang nilainya tak terdefinisikan
oleh sebab itu menurut saya keliru jika ada ahli matematika mengangap nol itu
tidak bernilai jika tida disertai dengan bilangan yang lain. Dalam deret
aritmetika titik nol adalah titik kesimbangan yang mana nilai nol tidaklah
terdefinisikan dan tidak terbatas. Buktinya jika dari angka nol bergeser
kekanan atau keatas maka itu bernilai positive mulai dari 1 sampai tidak
terhingga dan jika bergeser kekiri atau kebawah maka negative mulai dai -1
sampai tidak terhingga. Jika manusia menghitung sampai ke angka berapapun kalau
dikembalikan atau dikalikan pada titik nol maka nilainya adalah nol. Oleh sebab
itu nol nilainya itu tidak terbatas bisa menjadikan angka lain bernilai atau
tidak bernilai. Coba lihat betapa rumitnya filsafat dan penggunaan angka romawi
yang tidak ada bilangan nol di dalamnya.
Oleh sebab itu menurut
saya nol adalah titik ilahiyyah dimensi
ketuhanan yang menjadikan alam semesta ini stabil. Manusia sekaya dan sekuat
apapun ketika dikembalikan pada titik ketuhanan nilai yang ia miliki tidak ada
apa-apanya. Pun manusia selemah atau semiskin apapun ketika dikembalikan kepada
nilai-nilai ilahiyah maka semuanya tidak ada artinya. Semua bilangan baik
positive ataupun negative berasal dari titik nol sebagai pijakan awalnya. “innalillahi wainna ilaihi roji’un” semua
berasal dari Allah dan akan kembali pada Allah. Semua berasal dari titik nol
maka jika dikembalikan pada nol maka semuanya seakan-akan tak ada nilainya.
Seorang manusia bisa
pasrah dalam bersyahadat ketika ia menyadari betapa dirinya tidak berdaya,tidak
ada apa-apanya dan tak ada gunanya ktika tanpa Allah. Dia akan lemah jika tak
diberikan kekuatan oleh Allah,dia akan miskin ketika tak diberikan kekayaan
oleh Allah dan dia akan bodoh ketika tak dikaruniai ilmu oleh Allah sang
pencipta awal dari sesuatu.
Jika kita fahami dan
perhatikan secara seksama manusia-manusia yang enggan menyembah Allah dan enggan
bersyahadat secara kaffah, hal itu disebabkan oleh adanya rasa kepemilikan
kelebihan yang ada dalam dirinya.dia merasa dirinya kuat sehingga tak
membutuhkan Allah untuk melindunginya,dia merasa kaya raya sehingga tak
membutuhkan Allah sebagi dzat yang menjamin kehidupannya,dia merasa punya
jabatan sehingga bisa merasa paling berkuasa. Sehingga rasa-rasa itulah yang
menghalangi dari kepasrahan manusia terhadap TUHAN. Manusia bisa pasrah kepada
Tuhan ketika dia menyadari dan kembali pada titik nol sebagai awal dari segala
sesuatu yang ia miliki.
Pemaknaan kalimat Syahadat sebagai
pijakan bersyahadat secara Kaffah
Syahadat
bukan hanya diucapkan melainkan yang terpenting haruslah dimaknai. Jika seorang
muslim hanya bisa mengucapkan dua kalimat syahadat maka sesungguhnya dia gak
pantas disebut manusia karena jika syahadat hanya di ucapkan maka seekor burung
beo pun diberikan kemampuan untuk mengucapkan. Jika syahadat seorang mukallaf
hanya diucapkan seorang bayi yang baru belajara berbicarapun bisa mengucapkan
itu. Oleh sebab itu pemaknaan dua kalimat syahadat menjadi syarat mutlak muslim
untuk menjadi muslim yang kaffah.
Oleh
sebab itu pada kesempatan kali ini saya akan mencoba membahas kalimat syahadat
sesuai dengan kemampun yang saya miliki. Adapun kalimat syahadat pertama
sebagai syahadat ilahiyah yang menjadi sebuah ikrar serta perjanjian antara
makhluk dengan sang khaliq adalah :
اشهد ان لااله
الاالله
Kalimat syahadat pertama
diawali dengan lafadz “asyhadu” yang
dalam kajian bahasa arab asyhadu itu dhamir
atau subjeknya adalah “ana/aku” yaitu
muttakalim wahdah dalam bahasa Indonesia biasa diartikan
“aku bersaksi” subjek aku sebagai orang yang melakukan persaksian adalah
keseluruhan dimensi serta realitas yang dimiliki oleh si “aku”. Aku bukanlah
mulut saja,bukan mata saja,bukan telinga saja melainkan semua yang ia miliki.
Oleh sebab itu ketika seseorang mengucapkan lafadz “asyhadu” maka itu berarti keseluruhan realitas yang ada dalam
dirinya itu dipersaksikan. Oleh sebab itu maka sahadat itu bukan “MENGAKU” melainkan “MENG-AKU” dalam artian ketika seseorang
mengucapkan lafadz “asyhadu”dalm dua
kalimat syahadat maka dia sudah mempasrahkan keseluruhan realitas yang ia
miliki untuk dipersaksikan kepada Allah sebagai tuhannya dan Muhammad sebagai
nabinya.
Kemudian
lafadz kedua dalam kalimat syahadat adalah “AN”
dalam bahasa sunda ulama salaf mengartikannya “kalawan kalakuan sareung tingkah” dalam artinya dengan keseluruhan kinerja serta gerak langkah dalm
hidupnya. Oleh sebab itu orang yang membaca kalimat ini mengikrarkan apapun
yang ia lakukan dan ia kerjakan dipersaksikan serta diperuntukan hanya untuk
dzat yang maha benar. Ia melakukan kebaikan bukan untuk harta jabatan ataupun
pujian melainkan hanya semata-mata hanya untuk Allah tuhan semesta alam.
Kemudian
kalimat “lailahaillallah” kalimat lailahaillallah di awali dengan huruf “LA” yang dalam kajian bahasa arab huruf
“la” dalam kalimat ini adalah la naïf artinya
la yang mentiadakan atau dalam kajian bahasa Indonesia disebut sebagai kalimat
negasi. Selanjutnya lafadz “ILAHA” yang dalam bahasa Indonesia biasanya diartikan
“TUHAN” hal itu bisa dilihat pada terjemah al-quran Surat An-nas ayat kedua. Lafadz ilaha adalah realitas yang
dipertuhankan oleh manusia. Selanjutnya disambung denga huruf “ILa” yang dalam tata bahasa arab adalah
huruf istisnya atau afirmasi dalam tata bahasa Indonesia yang arti dan gunanya
“mengecualikan” selanjutnya lafadz
“ALLAH” sebagai wujud realitas yang benar-benar dipertuhankan oleh manusia
tidak ada dzat lain yang dipertuhankan dengan seutuhnya dan sebenar-benarnya
kecuali Allah.
Oleh
sebab itu jika kita tarik benang merah makna dari lafadz syahadat ilahiyah ini
ketika manusia mengucapkan اشهد ان لااله
الاالله "asyhaduanlailahailaAllah"
Maka sesungguhnya dia sudah mengirarakan
bahwa sesunguhnya aku bersaksi dengan demua yang ada pada diriku dan apapun
yang akan aku lakukan dan kerjakan bahwa tidak ada tuhan yang aku sembah
melainkan Allah. Maka orang tersebut apapun yang ia lakukan bukan menginginkan
harta,pujian ataupun jabatan melainkan semata-mata hanya untuk Allah. Sehingga
jika semua umat islam sudah faham akan makna syahadat maka pemaknaan itu
haruslah tercermin dalam setiap tingkah laku yang ia lakukan,jika itu belum
tercermin maka syahadat ilahiyahnya belumlah pantas disebut sebagai syahadat.
Pemaknaan
syahadat ilahiyah sangatlah pening untuk difahami dan diaflikasikan oleh
seluruh elemen umat islam guna mewujudkan masyarakat yang adil makmur dan di
ridhoi Allah SWT. Jika syahadat ini dimaknai dan diamalkan oleh seorang
pemimpin maka setiap kebijakan dan apapun yang ia lakukan bukanlah untuk
upah,pujian ataupun kekayaan melainkan semata-mata hanya untuk Allah begitu
pula oleh tentara,birokrasi,tokoh masyarakat,tokoh agama ataupun masyarakat
biasa. Jika semua itu sudah terlaksana maka akan dengan sendiri bangsa dan
Negara tersebut akan menjadi bangsa yang adil makmur dan diridhai oleh Allah
SWT yang akan dibukakan padanya keberkahan dari langit dan bumi.
Dalam
krisis kepemimpinan,krisis moral.krisis akhlak yang ada pada bangsa Indonesia
yang notabene mayoritas bangsa ini mengaku beragama islam dan tentunya pernah
bahkan setiap hari pastilah membaca syahadat karena syahadat merupakan salah
satu rukun sholat. maka sudah menjadi sebuah keharusan untuk melakukan
reorientasi serta pemaknaan kembali syahdat ilahiyah yang sudah ia ucapkan
sebagai seorang muslim. Pemaknaan kembali kalimat syahadat akan melahirkan
revolusi akhlaq,revolusi moral,revolusi hukum bangsa kita menjadi bangsa yang
seutuhnya yang kembali menjadi Indonesia yang berdaulat dan beridentitas. Amin
ya rabbal alamin
*Faiz Al-zawahir Ketua Umum HMI
Komisariat Tarbiyah Cabang Kabupaten Bandung. Mahasiswa Jurusan Pendidikan
Agama Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung
share aja sebuah tulisan pengisi keresahan :D
BalasHapusSEMOGA BERMAMFAAT
mantap bang
BalasHapus