KONVERSI AGAMA
oleh : Faiz Al-zawahir*
A.
Pengertian konversi agama
Menurut
etimologi, Konversi berasal dari kata “Conversio” yang berarti: tobat, pindah,
dan berubah (agama). Dalam bahasa Inggris Conversion yang berarti
berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama keagama lain. Berdasarkan arti
kata-kata tersebut dapat disimpulkan bahwa konversi agama mengandung
pengertian: bertobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama
atau masuk ke dalam agama. Sedangkan menurut terminologi, pengertian ini akan
dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain:
1.
Max Heirich mengatakan
bahwa konversi agama adalah suatu tindakan dimana seseorang atau sekelompok
orang masuk atau berpindah kesuatu sistem kepercayaan atau prilaku yang
berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya.
2.
William James mengatakan
konversi agama banyak menyangkut masalah kejiwaan dan pengaruh lingkungan
tempat berada. Konversi agama yang dimaksudkan memuat beberapa pengertian
dengan ciri-ciri:
- Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
- Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi kejiwaan sehingga perubahan secara berproses atau secara mendadak.
- Perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama ke agama lain, tetapi juga termasuk perubahan pendangan terhadap agama yang dianutnya sendiri.
- Selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan maka perubahan itupun disebabkan faktor petunjuk dari yang maha kuasa.
3.
Clark (dalam
Daradjat, 1979)
Konversi agama
sebagai suatu macam pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung
perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap terhadap ajaran dan tindak
agama. Konversi agama menunjukkan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba
kearah mendapat hidayah Allah SWT secara mendadak, telah terjadi, yang mungkin saja
sangat mendalam atau dangkal, dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut
secara berangsur-angsur[1].
Peristiwa
konversi ini merupakan pengalaman keagamaan yang paling mendalam dapat dialami
oleh orang awam. Oleh karena itu menurut Prof. Coe seperti yang dikutif oleh
William James dalam bukunya “The Varieties of Religious Experience” (1958, hal
194), peristiwa ini merupakan pengalaman yang paling mendasar tetapi paling
tinggi dari pengalaman nilai-nilai keagamaan seseorang. Hanya saja secara
metodologis peristiwa ini merupakan sesuatu yang etis dan hanya dimaksudkan
untuk menjawab pertanyaan “apa yang dapat dicapai oleh peristiwa itu?”
Berbicara mengenai apa yang dapat
dicapainya, peristiwa konversi itu yang jelas melibatkan seluruh tingkat vitalitas
spiritul manusia, sehingga Perolehannya merupakan sesuatu yang baru. Keadaan
itu menempati martabat yang sangat tinggi dan hanya dapat dicapai dengan
perjuangan yang heroik, sehingga seolah-olah tidak mungkin seseorang dapat
mencapainya. Peristiwa konversi itu menuntut suat energi dan daya tahan yang
serba baru, sebab keadaan manusiawinya berubah, tak ubahnya dengan manusia yang
mengalami kelahiran kembali.
Jadi, yang dimaksud dengan konversi agama ialah: perubahan pandangan
seseorang atau sekelompok tentang agama yang dianutnya, atau perpindahan
keyakinan dari agama yang dianutnya kepada agama yang lain.
B.
Karakteristik Umum Konversi Agama
Batasan dan
orientasi pembahasan di atas menurunkan prinsip dasar bahwa konversi agama
berkaitan erat dengan diperolehnya hidayah dari Tuhan bagi orang-orang
tertentu. Namun hal itu tidak berarti bahwa objek penelitian kita adalah Tuhan
dan hidayah Tuhan. Dalam kajian ilmuwan kedua hal itu tidak termasuk objek
ilmu, sebab dipandang tidak empirik. Karena itu yang dipelajarinya adalah
orangnya yang mengalami peristiwa tersebut, sedang masalah Tuhan dan hidayah
Tuhan dijadikan sentral permasalahan untuk dijadikan sandaran penggalian data
dari subjek peristiwanya. Sebab bagi orang yang mengalami konversi, konotasi
diraihnya petunjuk Tuhan yang mengakibatkan munculnya perasaan dekat, bahkan
seolah-olah terjadi dialog dengan Tuhan, itulah yang menjadi pemisah esensial
pribadi pengalaman pribadi orang yang beragama dibanding dengan
pengalaman-pengalaman keagamaan lain pada umumnya.
Keistimewaan
kedua yang menandai peristiwa konversi agama adalah menyangkut perubahan emosi
yang sangat dalam dan sangat berarti bagi pelakunya. Artinya, secara logika
peristiwa itu sukar dirasionalkan, tetapi secara emosional orang yang mengalami
proses konversi dapat merasakan kedalaman dan keluarbiasaan pengalaman hidupnya
pada waktu itu. Hal itu dapat dipahami, mengingat peristiwa konversi langsung
berkaitan dengan objek pokok agama, yaitu Tuhan, sedang eksistensi Tuhan justru
berada di luar daya jangkau pikiran, sehingga ia juga keluar dari objek ilmu
pengetahuan, karena ia tidak dapat diamati, dicatat, maupun diukur. Keberadaan
Tuhan di luar daya jangkau penalaran dan rasionalitas manusia itulah yang
menyebabkan sentuhan peristiwa konversi itu lebih bersifat emosional.
Ciri yang
ketiga yang menyipati konversi agama adalah menyangkut orientasinya. Aspek ini
memberikan batasan bahwa konversi agama itu hanya melingkupi perubahan
integritas kemanusiaan seseorang yang bergerak dari kutub negatif ke kutub
positif. Artinya, konversi itu hanya membahas perubahan emosional seseorang
dari jauh kearah dekat pada Tuhan dan agama, dari perasaan salah ke perasaan
benar, dari perasaan dosa ke perasaan suci, dan dari perasaan terlantar karena
tidak memiliki kesinambungan dengan Tuhan. Karena itu setiap peristiwa konversi
selalu mendorong pelakunya untuk lebih taat mengamalkan ajaran-ajaran agamanya.
C.
Proses Konversi agama
Menurut
Jalaluddin (2004:271-273) proses konversi agama ini dapat diumpamakan seperti
proses pemugaran sebuah gedung di mana bangunan lama dibongkar dan ditempat
yang sama didirikan bangunan baru yang berbeda dengan bangunan sebelumnya.
Demikian pula,
seseorang atau sekelompok yang mengalami proses proses konversi agama ini.
Segala bentuk kehidupan batinnya yang semula mempunyai pola tersendiri
berdasarkan pandangan hidup yang dianutnya (agama), maka setelah tejadinya
konversi agama pada dirinya secara spontan pula lama ditinggalkan sama sekali.
Segala bentuk perasaan batin terhadap kepercayaan lama, seperti harapan, rasa
bahagia, keselamatan dan kemantapan berubah menjadi berlawanan arah. Timbullah
gejala-gejala baru berupa, perasaan serba tak lengkap dan tak sempurna. Gejala
ini menimbulkan proses kejiwaan dalam bentuk merenung, tekanan batin,
penyesalan diri, rasa berdosa, cemas terhadap masa depan dan perasaan susah
yang ditimbulkan oleh kebimbangan[2].
M.T.L Penido
berpendapat bahswa konversi agama mengandung dua unsur yaitu:
1. Unsur dari dalam diri (endogenos
origin) yaitu proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang atau
kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini membentuk suat kesadaran untuk
mengadakan suat transformasi yang disebabkan oleh krisis yang terjadi dan
Keputusan yang diambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi. Proses ini
terjadi menurut gejala psikologis yang bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur
psikologis yang lama dan seiring dengan proses tersebut, muncul pula struktur
psikologi baru yang dipilih.
2. Unsur dari luar (Exsogenos
origin), yaitu proses perubahan yang terjadi dari luar diri atau kelompok,
sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan.
Kekuatan yang datang dari luar ini kemudian menekan pengaruhna terhadap
kesadaran, mungkin berupa tekanan batin, sehingga membutuhkan penyelesaian oleh
yang bersangkutan.
Kedua unsur tersebut kemudian
memengaruhi kehidupan batin untuk aktif berperan memilih penyelesaian yang
mampu memeberikan ketenangan batin yang bersangkutan. Jadi, di sini terlihat
adanya pengaruh motivasi dari unsur tersebut terhadap batin. Jika pemilihan
hidup tersebut sudah serasi dengan kehendak batin, terciptalah suat ketenangan
Seiring dengan timbulnya ketenangan batin tersebut, terjadilah perubahan total
dalam struktur psikologi sehingga struktur lama terhapus dan digantikan denga
yang baru sebagai hasil pilihan yang dianggap baik dan benar. Sebagai
perimbangannya akan muncul motivasi baru untuk merealisasi kebenaran itu dalam
bentuk tindakan atau perbuatan positif.
Prubahan yang terjadi tetap
penahapan yang sama dalam bentuk kerangka proses secara umum. Kerangka proses
itu dikemukakan antara lain oleh:
a.
H. Carrier, yang membagi proses
tersebut dalam penahapan sebagai berikut:
1.
Terjadi
desintegrasi sintesis kognitif (kegoncangan jiwa) dan motivasi sebagai akibat
dari krisis yang dialami.
2.
Reintegrasi
(penyatuan kembali) kepribadian berdasarkan konsepsi agama yang .Dengan
adanya reintegrasi ini maka terciptalah kepribadian baru yang berlawanan dengan
struktur yang lama.
3.
Tumbuh
sikap menerima konsepsi (pendapat) agama yang baru serta peranan yang di tuntut
oleh ajarannya.
4.
Timbul
kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan suci petunjuk Tuhan.
b.
Menurut William James pusat masalah
yang dapat dirasakan oleh orang yang mengalami peristiwa konversi agama
berkisar pada tiga hal:
1.
Hilangnya seluruh kekhawatiran
diri, karena hadirnya suat perasaan yang menyatukan seluruh kemanusiaan
seseorang dalam kedamaian, keharmonisan dan ketenangan dirinya, walaupun
sebenarnya keadaan dunia luar tetap sama tidak mengalami perubahan. Kepastian
tentang adanya rahmat Tuhan disertai pembenatran dan upaya pembenaran
keselamatan diri merupaka objek keyakinannya yang biasanya mengikuti perubahan
rasa menyatunya dengan Yang Maha Kuasa. Terjadinya suat kesadaran, pengakuan
dan kekaguman terhadap yang Maha Kuasa akan menyinari keadaan pikiran dan
keadaannya.
2.
Timbulnya perasaaan yang mengarah
pada kebenaraan hakiki yang harus diikuti, walaupun tidak diketahui sebelumnya.
Misteri hidup menjadi semakin jelas, walaupun biasanya kenyataan seperti itu
tidak dapat digambarkan dengan kata-kata.
3.
Diperoleh rasa keanehan dan
keganjilan mengenai adanya jaminan yang merupakan perubahan objektif emosional,
sehingga dunia senantiasa kelihatan berjalan dalam suasana yang istimewa.
Hadirnya suat penampilan yang sama sekali baru akan memperindah setiap objek
yang dilihatnya, seolah-olah segala sesuatu itu bertolak belakang dengan
keadaan biasanya. Sebaliknya dapat juga berakibat bahwa sesuatu yang biasanya
tidak nampak justru kelihatan menakutkan dan mengerikan, bahkan nampak berbagai
keanehan di dunia ini, seolah-olah dialami dan dihadapi oleh orang yang sedang
murung jiwanya.
c.
Howrd Clark kee yang tulisannya
diedit oleh seorang penulis, Peter L. Berger (1981, hal 49), menceritakan ulang
tentang peristiwa konversinya yang dialami oleh Paul. Paul memisahkan proses
terjadinya konversi ke dalam tiga fase, yaitu : (a) ada peristiwa yang
mendahuluinya; (b) proses konversinya sendiri; (c) konsekuensi-konsekuensinya.
Howard Clark Kee menjabarkan ketiga fase itu menjadi enam tahap, yaitu:
1.
Mula-mula timbul perasaan bahwa
pelaku konversi melihat cahaya dari surga. Dalam keadaan ini ia merasa
seolah-olah berada dalam alam yang lain yang biasanya ia alami.
2.
Orang yang mengalami konversi itu
jatuh tersungkur ketanah tanpa terasa, sebab pada waktu itu ia dalam keadaan
sadar dan tidak, ia tidak tahan menghadapi sesuatu yang hadir berupa kekuatan
rohani secara tiba-tiba.
3.
Dalam keadaan berada di suatu alam
rohani yang serba mengasyikkan itu, timbullah perasaan dirinya bahwa ia
mendengar suara yang datang dari surga.
4.
Suara yang didengarnya itu berisi
pernyataan hukuman terhadap dirinya sehubungan dengan tingkah lakunya yang
tidak baik selama ini.
5.
Pelaku konversi merasakan munculnya
suara yang mengidentifikasikan hadirnya Tuhan kehadapannya. Peristiwa ini
dialami diduga dalam rangka peringatan kepada dirinya untuk mempersiapkan diri
agar mau mensucikan setiap perbuatannya dan siap meluruskan i’tikad baiknya.
6.
Orang yang mengalami konversi
dituntut untuk melaksanakan kewajibannya dimasa yang akan datang dengan sebaik-baiknya.
Jadi secara
manusiawi peristiwa konversi itu dialami oleh seseorang dalam keadaan sadar dan
tidak sadar, karena peristiwa itu melibatkan hadirnya kekuatan yang Maha Ghaib yang tidak mungkin diimbangi
oleh kemampuan kemanusiaan seseorang. Howard Clark Kee menyimpulkan bahwa
konversi itu menyangkut : (a) turunnya ilham kepada seseorang; (b) peristiwa
itu terjadi semata-mata karena kekuasaan serta keinginan Tuhan; (c) isi dan
maksud penyingkapan sesuatu oleh Tuhan kepada seseorang melalui peristiwa konversi
itu sulit digambarkan dalam bahasa manusia biasa.
d.
Dr. Zakiah Daradjat (1970:139-140)
memberikan pendapatnya bahwa proses kejiwaan yang terjadi melalui lima tahap,
yaitu:
1.
Masa tenang
Disaat ini, kondisi jiwa seseorang
berada dalam keadaan tenang karena masalah agama belum memengaruhi sikapnya.
Terjadi semacam sikap apriori terhadap agama. Keadaan demikian dengan
sendirinya tak akan mengganggu keseimbangan batinnya, hingga ia berada dalam
keadaan tenang dan tenteram.
2.
Masa ketaktenangan
Tahap ini berlangsung jika masalah
agama telah memengaruhi batinnya. Mungkin dikarenakan suat krisis, musibah
ataupun perasaan berdosa yang dialaminya yang menimbulkan semacam keguncangan
dalam kehidupan batinnya, sehingga mengakibatkan terjadinya keguncangan yang
berkecamuk dalam bentuk rasa gelisah, panik, putus asa, ragu-ragu dan bimbang.
Perasaan seperti itu menyebabkan orang menjadi lebih sensitif dan sugestibel.
Pada tahap ini terjadi proses pemilihan terhadap ide atau kepercayaan baru
untuk mengatasi konflik batinnya.
3.
Masa Konversi
Tahap ketiga ini terjadi setelah
konflik batin mengalami keredaan, karena kemantapan batin telah terpenuhi,
berupa kemampuan menentuka keputusan untuk memilih yang dianggap serasi atau
timbulnya rasa pasrah. Keputusan ini memebrikan makna dalam menyelesaikan
pertentangan batin yang terjadi, sehingga terciptalah ketenangan dalam bentuk
kesediaan menerima kondisi yang dialami sebagai petunjuk Ilahi. Karena
ketenangan batin itu terjadi atas dasar suat perubahan sikap kepercayaan yang
bertentangan dengan sikap kepercayaan sebelumnya, terjadilah konversi agama.
4.
Masa tenang dan tenteram
Masa tenang dan tenteram yang kedua
ini berbeda dengan tahap sebelumnya. Jika pada tahap pertama, keadaan ini
dialami karena sikap yang acuh tak acuh, ketenangan dan ketentraman pada tahap
ini ditimbulkan oleh kepuasan terhadap Keputusan yang sudah diambil. Ia timbul
karena telah mampu membawa suasana batin menjadi mantap sebagai pernyataan
menerima konsep baru.
5.
Masa ekspresi konversi
Sebagai ungkapaan dari sikap
menerima terhadap konsep baru dari ajaran agama yang diyakininya tadi, tindak
tanduk dan sikap hidupnya diselaraskan dengan ajaraan dan peratuan agama yang
dipilih tersebut. Pencerminan dalam bentuk amal perbuatan yang serasi dan
relevan sekaligus merupakan pernyataan konversi agama itu dalam kehidupan.
e. Menurut Wasyim (dalam Sudarno, 2000) secara garis besar membagi proses
konversi agama menjadi tiga, yaitu:
1. Masa Gelisah (unsert), kegelisahan atau ketidaktenangan karena adanya gap
antara seseorang yang beragama dengan Tuhan yang di sembah. Ditandai dengan
adanya konflik dan perjuangan mental aktif.
2. Adanya rasa pasrah
3. Pertumbuhan secara perkembangan yang logis, yakni tampak adanya
realisasi dan ekspresi konversi yang dialami dalam hidupnya.
realisasi dan ekspresi konversi yang dialami dalam hidupnya.
D.
Ruang Lingkup Konversi Agama
Dunia memang
penuh dengan segala kemungkinan. Sering terjadi adanya orang yang semula jauh
dari agama, tidak bisa melakukan ketaatan-ketaatan agama, bahkan bukan hanya
benci terhadap agama, tetapi juga banyak orang yang melakukan perbuatan yang
melanggar ajaran agama itu disadari bertentangannya itu, baik dengan hati
nuraninya sendiri maupun dengan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Tetapi tiba-tiba melalui peristiwa konversi itu orang berubah arah, perbaikan
dan kembali pada kecenderungan hatinya yang suci untuk mendekati Tuhan.
Kemudian ia melakukan ibadah dan segala kebaikan serta mematuhi ajaran-ajaran
agamanya. Sudah barang tentu dengan peristiwa itu sekaligus ia menghentikan
semua pelanggaran dan perbuatan jahatnya. Yang menjadi persoalan kita sekarang,
dilihat dari keyakinan sebelum dan sesudah terjadinya konversi siapakah yang
mengalami peristiwa itu, darimana asalnya dan kemana perginya? Kalau begitu,
termasuk ke dalam jenis konversi yang mana orang itu? Untuk menjawab pertanyaan
ini, kita dapat mengidentifikasi berdasarkan ruang lingkup konversi agama
secara garis besar dapat dipisahkan ke dalam:
1.
Konversi Intern agama
Bagia pertama
ini dimaksudkan bahwa konversi itu terjadi dan dialami oleh seseorang dalam
intern agamanya sendiri. Artinya secara umum agama dan keyakinan yang dianutnya
tidak berbeda antara keadaan sebelum dan sesudahnya; sebelum konversi ia
beragama islam, dan setelah konversipun tetap agama islam. Hanya saja orang ini
sebelumnya jauh dari agama, tidak pernah mengamal dan bahkan membenci agamanya,
tetapi setelah konversi ia berbalik arah menjadi akrab, taat dan mencintai
bahkan berani memperjuangkan agamanya.
2.
Konversi Ekstern Agama
Bagian ini
menunjukan bahwa peristiwa konversi membawa akibat berubsh dan berbaliknya
keyakinan seseorang dari keyakinan suat agama lain. Dengan demikian, orang yang
semula berkeyakinan agama A, walaupun relatif tidak mengamalkan keyakinan
agamanya, karena suat waktu ia mengalami peristiwa konversi yang dapat mengubur
keyakinan agamanya yang lama dengan hadirnya agama yang baru, kemudian dengan
segala kesadaran dan keterdorongan dirinya, ia berubah meyakini agama B disertai
dengan segala ketaatan dan pengabdiannya. Atau bisa jadi juga seseorang dididik
sejak kecil dalam keyakinan agama X, kemudian ia tumbuh menjadi besar dan tetap
dalam agamanya, sedikit demi sedikit fanatisme agamanya juga menebal dan mantap,
bahkan sebaliknya ia anti dan benci terhadap agama lain, terutama agama Y.
Namun suatu ketika terjadi peristiwa yang membawa dirinya ke dalam suasana yang
sama sekali lain dan tidak pernah sama sekali dialami sebelumnya. Peristiwa itu
membawa dirinya ke dalam pengalaman pribadi yang justru dapat menilai salah
keyakinannya selama ini, sehingga akhirnya ia mendapat cahaya terang baru.Ia
melihat bahwa keyakinan agamanya yang semula ia jauhi bahkan ia benci, kini
menjadi sinar terang yang menyorot gemerlap hati dan pikirannya dalam agama.
Dari sana ia mendekati, mencintai dan akhirnya meleburkan diri dalam keyakinan
agamanya yang baru. Akhirnya ia menyatakan bahwa ia merubah dan beralih untuk
meyakini dan mengamalkan serta membela agama Y itu. Karena dengan segala
keyakinan dan kesadarannya itu, yang bersangkutan bukan hanya meninggalkan
keyakinan agama X-nya, tetapi bahkan bersedia menjadi pahlawan dengan segala
pengorbanan lahir batin, harta dan jiwanya demi keyakinan agama Y-nya.
E.
Faktor-faktor Penyebab Konversi
Agama
Berbagai ahli berbeda pendapat dalam
menentukan faktor pendorong konversi. William James dalam bukunya The
Varieties of Religious Experience dan Max Heirich dalam bukunya Change
of Heart banyak menguraikan faktor yang mendorong terjadinya konversi agama
tersebut. Dalam buku tersebut diuraikan pendapat dari para ahli yang terlibat
dalam disiplin ilmu, masing-masing mengemukakan pendapat bahwa konversi agama
disebabkan faktor yang cenderung didominasi oleh lapangan ilmu yang
ditekuninya.
Para ahli
menyatakan bahwa faktor pendorong terjadinya konversi agama adalah petunjuk ilahi.
Pengaruh supernatural berperan secara dominan dalam proses terjadinya konversi
agama pada diri seorang atau kelompok.
a.
Para ahli sosiologi berpendapat
bahwa penyebab terjadinya konversi agama adalah pengaruh sosial. Pengaruh
sosial yang mendorong terjadinya konversi terdiri dari adanya berbagai faktor
antara lain :
- Pengaruh hubungan antara pribadi baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun non agama (kesenian, ilmu pengetahuan, ataupun bidang keagamaan yang lain).
- Pengaruh kebiasaan yang rutin. Pengaruh ini dapat mendorong seseorang atau kelompok untuk berubah kepercayaan jka dilakukan secara rutin hingga terbiasa. Misal, menghadiri upacara keagamaan.
- Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat, misalnya: karib, keluarga, famili dan sebagainya.
- Pengaruh pemimpin keagamaan. Hubungan yang baik dengan pemimpin agama merupakan salah satu pendorong konversi agama.
- Pengaruh perkumpulan yang berdasarkan hobi. Perkumpulan yang dimaksud seseorang berdasarkan hobinya dapat pula menjadi pendorong terjadinya konversi agama.
- Pengaruh kekuasaan pemimpin. Yang dimaksud disini adalah pengaruh kekuasaan pemimpin berdasarkan kekuatan hukum. Misal, kepala Negara, raja. Pengaruh-pengaruh tersebut secara garis besarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengaruh yang mendorong secara pesuasif (secara halus) dan pengaruh yang bersifat koersif (memaksa).
Pengaruh-pengaruh tersebut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua,
yaitu pengaruh yang mendorong secara persuasif dan pengaruh yang bersifat
koersif.
b. Para ahli Psikologi berpendapat bahwa pendorong terjadinya konversi agama
adalah faktor psikologis yang ditimbulkan oleh faktor intern maupun ekstern.
Faktor-faktor tersebut apabila memengaruhi seseorang atau kelompok menimbulkan
semacam gejala tekanan batin, sehingga akan terdorong mencari jalan ke luar,
yaitu ketenangan batin. Dalam kondisi jiwa demikian, secara psikologis
kehidupan batin seseorang itu menjadi kosong dan tidak berdaya sehingga mencari
perlindungan ke kekuatan lain yang mampu memberinya kehidupan jiwa yang tenang
dan tenteram.
William James yang berhasil meneliti pengalaman berbagai tokoh yang
mengalami konversi agama menyimpulkan sebagai berikut:
a. Konversi agama terjadi karena adanya suat tenaga jiwa yang menguasai pusat
kebiasaan seseorang sehingga pada dirinya muncul persepsi baru, dalam bentuk
suat ide yang bersemi secara mantap.
b. Konversi agama dapat terjadi karena suat krisis ataupun secara mendadak
(tanpa suat proses)
c. Senada dengan itu, sumber bacaan lain mengklasifikasi faktor-faktor yang
melatar belakangi terjadinya konversi agama, baik yang bersifat intern maupun
ekstern, sebagai berikut:
a. Faktor Intern, yang ikut memengaruhi terjadinya konversi agama adalah:
1. Kepribadian
Secara Psikologis, tipe kepribadian tertentu akan memengaruhi kehidupan
jiwa seseorang. W. James dalam penelitiannya menemukan bahwa tipe melankolis yang
memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam dapat menyebabkan terjadinya
konversi agama dalam dirinya.
2. Faktor pembawaan
Berkenaan dengan faktor pembawaan ini, peneliti Guy E. Swanson
mengungkapkan bahwa ada semacamkecenderungan urutan kelahiran yang memengaruhi
konversi agama. Anak sulung dan anak bungsu biasanya tak mengalami tekanan
batin, sedangkan anak-anak yang dilahirkan pada urutan antar keduanya sering
mengalami stres jiwa. Kondisi yang dibawa berdasarkan urutan kelahiran itu
banay\ak memengaruhi terjadinya konversi agama.
b. Faktor Ekstern (faktor luar diri)
Diantara faktor luar yang memengaruhi terjadinya konversi agama adalah:
1. Faktor keluarga, keretakan keluarga, ketidakserasian, berlainan agama,
kesepian, kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum kerabat, dan
lainnya. Kondisi demikian menyebabkan seseorang mengalami tekanan batin
sehingga sering terjadi konversi agama dalam usahanya dalam meredakan tekanan
batin yang menimpa dirinya.
2. Lingkungan tempat tinggal
Orang yang merasa terlempar dari lingkungan tempat tinggal atau tersingkir
dari kehidupan di suatu tempat merasa dirinya hidup sebatang kara. Keadaan
demikian menyebabkan seseorang mendambakan ketenangan dan mencari tempat untuk
bergantung hingga kegelisahan batinnya hilang.
3. Perubahan status
Perubhan status, terutama yang berlangsung secara mendadak akan banyak
memengaruhi terjadinya konversi agama, misalnya perceraian, ke luar dari
sekolah atau perkumpulan, perubahan pekerjaan, menikah dengan orang yang
berlainan agama, dan sebagainya.
4. Kemiskinan
Kondisi sosial ekonomi yang sulit juga merupakan faktor yang mendorong dan
memengaruhi terjadinya konversi agama. Masyarakat awam yang miskin cenderung
untuk memeluk agama yang menjanjikan kehidupan dunia yang lebih baik. Kebutuhan
mendesak akan sandang dan pangan pun dapat memengaruhi.
Berdasarkan gejala tersebut, Starbuck membagi konversi agama menjadi dua
tipe.
1. Tipe volutional ( perubahan bertahap)
Konversi agama tipe ini terjadi secara berproses dan bertahap, sehingga
menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan rohaniah yang abru. Sebagian besar
konversi demikian terjadi sebagai suat proses perjuangan batin yang ingin
menjauhkan diri dari dosa karena ingin mendatangkan suat kebenaran.
2. Tipe self-surrender (perubahan drastis)
Konversi agama tipe ini adalah konversi yang terjadi secara mendadak.
Seseorang yang tidak mengalami suat proses tertentu tiba-tiba berubah
pendiriannya terhadap suat agama yang dianutnya.
Perubahan inipun dapat terjadi dari kondisi yang tak taat menjadi lebih
taat, dari tak percaya kepada suat agama, kemudian menjadi percaya dan
sebagainya.
d. Para Ahli Pendidikan
Para ahli ilmu pendidikan berpendapat bahwa konversi agama dipengaruhi oleh
kondisi pendidikan. Penelitian ilmu sosial menampilkan data dan argumentasi
bahwa suasana pendidikan ikut mempengaruhi konversi agama. Walaupun belum dapat
dikumpulkan data secara pasti tentang pengaruh lembaga pendidikan terhadap
konversi agama namun berdirinya sekolah-sekolah yang bernaung di bawah yayasan
agama tentunya mempunyai tujuan keagamaan pula.
e. Penido Penido (dalam
Ramayulis, 2002), berpendapat bahwa konversi agama mengandung dua unsur:
1. Unsur dari dalam diri (endogenos origin), yaitu proses perubahan yang
terjadi dalam diri seseorang atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin
ini membentuk suatu kesadaran untuk mengadakan suatu transformasi disebabkan
oleh krisis yang terjadi dan keputusan yang di ambil seseorang berdasarkan
pertimbangan pribadi. Proses ini terjadi menurut gejala psikologis yang
bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur psikologis yang lama dan seiring
dengan proses tersebut muncul pula struktur psikologis baru yang dipilih.
2. Unsur dari luar (exogenous origin), yaitu proses perubahan yang berasal
dari luar diri atau kelompok sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau
kelompok yang bersangkutan. Kekuatan yang berasal dari luar ini kemudian
menekan pengaruhnya terhadap kesadaran mungkin berupa tekanan batin, sehingga
memerlukan penyelesaian oleh yang bersangkutan. Sedangkan berbagai ahli berbeda
pendapat dalam menentukan factor yang manjadi pendorong konversi (Motivasi
konversi).
James dan Heirich
(dalam Ramayulis, 2002), banyak menguraikan faktor yang mendorong terjadinya
konversi agama tersebut menurut pendapat dari para ahli yang terlibat dalam
berbagai disiplin ilmu, masing-masing mengemukakan pendapat bahwa konversi
agama di sebabkan faktor yang cenderung didominasi oleh lapangan ilmu yang
mereka tekuni.
f. Dr. Zakiyah Dardjat dalam bukunya “Ilmu Jiwa Agama” (1978, hal 188-195)
menyimpulkan tulisan H.W. Clark mengenai faktor-faktor penyebab konversi agama
itu ke dalam lima aspek yang dapat diurutkan sebagai berikut:
1. Pertentangan batin (konflik jiwa) dan ketegangan perasaan, orang-orang yang
gelisah, di dalam dirinya bertarung berbagai persoalan, yang kadang-kadang dia
merasa tidak berdaya menghadapi persoalan atau problema, itu mudah mengalami
konversi agama. Di samping itu sering pula terasa ketegangan batin, yang
memukul jiwa , merasa tidak tenteram, gelisah yang kadang-kadang terasa tidak
ada sebabnya dan kadang-kadang tidak diketahui. Dalam semua konversi agama,
boleh dikatakan, latar belakang yang terpokok adalah konflik jiwa (pertentangan
batin) dan ketegangan perasaan, yang mungkin disebabkan oleh berbagai keadaan
2. Pengaruh hubungan dengan tradisi agama, diantara faktor-faktor penting
dalam riwayat konversi itu, adalah pengalaman-pengalaman yang mempengaruhinya
sehingga terjadi konversi tersebut. Diantara pengaruh yang terpenting adalah
pendidikan orang tua di waktu kecil mempunyai pengaruh yang besar terhadap diri
orang-orang, yang kemudian terjadi padanya konflik konversi agama, adalah
keadaan mengalami ketegangan yang konflik batin itu, sangat tidak bisa, tidak
mau, pengalaman di waktu kecil, dekat dengan orang tua dalam suasana yang
tenang dan aman damai akan teringat dan membayang-bayang secara tidak sadar
dalam dirinya. Keadaan inilah yang dlam peristiwa-peristiwa tertentu
menyebabkan konversi tiba-tiba terjadi. Faktor lain yang tidak sedikit
pengaruhnya adalah lembaga-lembaga keagamaan, masjid-masjid atau gerejagereja.
Melalui bimbingan lembaga-lembaga keagamaan itu, termasuk salah satu faktor
penting yang memudahkan terjadinya konversi agama jika pada umur dewasanya ia
kemudian menjadi acuh tak acuh pada agama dan mengalamkonflik jiwa atau
ketegangan batin yang tidak teratasi.
3. Ajakan/seruan dan sugesti, banyak pula terbukti, bahwa diantara peristiwa
konversi agama terjadi karena pengaruh sugesti dan bujukan dari luar.
Orang-orang yang gelisah, yang sedang mengalami kegoncangan batin, akan sangat
mudah menerima sugesti atau bujukan-bujukan itu. Karena orang-orang yang sedang
gelisah atau goncangan jiwanya itu, ingin segera terlepas dari penderitaannya,
baik penderitaan itu disebabkan oleh keadaan ekonomi, sosial, rumah tangga,
pribadi atau moral.
4. Faktor-faktor emosi, orang-orang yang emosionil (lebih sensitif atau banyak
dikuasai oleh emosinya), mudah kena sugesti, apabila ia sedang mengalami
kegelisahan. Kendatipun faktor emosi, secara lahir tampaknya tidak terlalu
banyak pengaruhnya, namun dapat dibuktikan bahwa, emosi adalah salah satu
faktor yang ikut mendorong kepada terjadinya konversi agama, apabila ia sedang
mengalami kekecewaan.
5. Kemauan, kemauan yang dimaksudkan adalah kemauan seseorang itu sendiri
untuk memeluk kepercayaan yang lain Selain faktor-faktor diatas, Sudarno (2000)
menambahkan empat factor pendukung, yaitu:
6. Cinta, cinta merupakan anugrah yang harus dipelihara, tanpa cinta hidup
tidak akan menjadi indah dan bahagia, cinta juga merupakan salah satu fungsi
sebagai psikologi dan merupakan fitrah yang diberikan kepada manusia ataupun
binatang yang banyak mempengaruhi hidupnya, seseorang dapat melakukan konversi
agama karena dilandaskan perasaan cinta kepada pasangannya.
7. Pernikahan, adalah salah suatu perwujudan dari perasaan saling mencintai
dan menyayangi.
8. Hidayah “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang
yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang
dikendaki- Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima
petunjuk” (QS. Al-Qasas:56) “Barang siapa yang Allah menghendaki akan
memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama)
Islam. Dan barang
siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki kelangit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman”. (QS. Al An’am: 125) Ayat-ayat Al-Qur’an diatas dapat diambil kesimpulan bahwa bagaimanapun usaha orang untuk mempengaruhi seseorang untuk mengikuti keyakinannya, tanpa ada kehendak dari Allah SWT tidak akan bisa. Manusia diperintah oleh Allah SWT untuk berusaha, namun jangan sampai melawankehendak Allah SWT dengan segala pemaksaan.
siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki kelangit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman”. (QS. Al An’am: 125) Ayat-ayat Al-Qur’an diatas dapat diambil kesimpulan bahwa bagaimanapun usaha orang untuk mempengaruhi seseorang untuk mengikuti keyakinannya, tanpa ada kehendak dari Allah SWT tidak akan bisa. Manusia diperintah oleh Allah SWT untuk berusaha, namun jangan sampai melawankehendak Allah SWT dengan segala pemaksaan.
Kebenaran agama, menurut Djarnawi (Sudarno, 2000) agama yang benar adalah
yang tepat memilih Tuhannya, tidak keliru pilih yang bukan Tuhan dianggap
Tuhan. Kebenaran agama yang dimaksud tidak karena paksaan, bujukan dari orang
lain, akan tetapi lewat kesadaran dan keinsyafan antara lain melalui
dialog-dialog, ceramah, mempelajari literatur, buku-buku dan media lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar