Jumat, 01 Agustus 2014

KONVERSI AGAMA



KONVERSI AGAMA

oleh : Faiz Al-zawahir*
 

A.    Pengertian konversi agama
Menurut etimologi, Konversi berasal dari kata “Conversio” yang berarti: tobat, pindah, dan berubah (agama). Dalam bahasa Inggris Conversion yang berarti berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama keagama lain. Berdasarkan arti kata-kata tersebut dapat disimpulkan bahwa konversi agama mengandung pengertian: bertobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama. Sedangkan menurut terminologi, pengertian ini akan dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain:
1.      Max Heirich mengatakan bahwa konversi agama adalah suatu tindakan dimana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah kesuatu sistem kepercayaan atau prilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya.
2.      William James mengatakan konversi agama banyak menyangkut masalah kejiwaan dan pengaruh lingkungan tempat berada. Konversi agama yang dimaksudkan memuat beberapa pengertian dengan ciri-ciri:
  • Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya. 
  • Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi kejiwaan sehingga perubahan secara berproses atau secara mendadak. 
  • Perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama ke agama lain, tetapi juga termasuk perubahan pendangan terhadap agama yang dianutnya sendiri. 
  • Selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan maka perubahan itupun disebabkan faktor petunjuk dari yang maha kuasa.
3.      Clark (dalam Daradjat, 1979)
Konversi agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap terhadap ajaran dan tindak agama. Konversi agama menunjukkan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba kearah mendapat hidayah Allah SWT secara mendadak, telah terjadi, yang mungkin saja sangat mendalam atau dangkal, dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur[1].
Peristiwa konversi ini merupakan pengalaman keagamaan yang paling mendalam dapat dialami oleh orang awam. Oleh karena itu menurut Prof. Coe seperti yang dikutif oleh William James dalam bukunya “The Varieties of Religious Experience” (1958, hal 194), peristiwa ini merupakan pengalaman yang paling mendasar tetapi paling tinggi dari pengalaman nilai-nilai keagamaan seseorang. Hanya saja secara metodologis peristiwa ini merupakan sesuatu yang etis dan hanya dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan “apa yang dapat dicapai oleh peristiwa itu?”
Berbicara mengenai apa yang dapat dicapainya, peristiwa konversi itu yang jelas melibatkan seluruh tingkat vitalitas spiritul manusia, sehingga Perolehannya merupakan sesuatu yang baru. Keadaan itu menempati martabat yang sangat tinggi dan hanya dapat dicapai dengan perjuangan yang heroik, sehingga seolah-olah tidak mungkin seseorang dapat mencapainya. Peristiwa konversi itu menuntut suat energi dan daya tahan yang serba baru, sebab keadaan manusiawinya berubah, tak ubahnya dengan manusia yang mengalami kelahiran kembali.
Jadi, yang dimaksud dengan konversi agama ialah: perubahan pandangan seseorang atau sekelompok tentang agama yang dianutnya, atau perpindahan keyakinan dari agama yang dianutnya kepada agama yang lain.
B.     Karakteristik Umum Konversi Agama
Batasan dan orientasi pembahasan di atas menurunkan prinsip dasar bahwa konversi agama berkaitan erat dengan diperolehnya hidayah dari Tuhan bagi orang-orang tertentu. Namun hal itu tidak berarti bahwa objek penelitian kita adalah Tuhan dan hidayah Tuhan. Dalam kajian ilmuwan kedua hal itu tidak termasuk objek ilmu, sebab dipandang tidak empirik. Karena itu yang dipelajarinya adalah orangnya yang mengalami peristiwa tersebut, sedang masalah Tuhan dan hidayah Tuhan dijadikan sentral permasalahan untuk dijadikan sandaran penggalian data dari subjek peristiwanya. Sebab bagi orang yang mengalami konversi, konotasi diraihnya petunjuk Tuhan yang mengakibatkan munculnya perasaan dekat, bahkan seolah-olah terjadi dialog dengan Tuhan, itulah yang menjadi pemisah esensial pribadi pengalaman pribadi orang yang beragama dibanding dengan pengalaman-pengalaman keagamaan lain pada umumnya.
Keistimewaan kedua yang menandai peristiwa konversi agama adalah menyangkut perubahan emosi yang sangat dalam dan sangat berarti bagi pelakunya. Artinya, secara logika peristiwa itu sukar dirasionalkan, tetapi secara emosional orang yang mengalami proses konversi dapat merasakan kedalaman dan keluarbiasaan pengalaman hidupnya pada waktu itu. Hal itu dapat dipahami, mengingat peristiwa konversi langsung berkaitan dengan objek pokok agama, yaitu Tuhan, sedang eksistensi Tuhan justru berada di luar daya jangkau pikiran, sehingga ia juga keluar dari objek ilmu pengetahuan, karena ia tidak dapat diamati, dicatat, maupun diukur. Keberadaan Tuhan di luar daya jangkau penalaran dan rasionalitas manusia itulah yang menyebabkan sentuhan peristiwa konversi itu lebih bersifat emosional.
Ciri yang ketiga yang menyipati konversi agama adalah menyangkut orientasinya. Aspek ini memberikan batasan bahwa konversi agama itu hanya melingkupi perubahan integritas kemanusiaan seseorang yang bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Artinya, konversi itu hanya membahas perubahan emosional seseorang dari jauh kearah dekat pada Tuhan dan agama, dari perasaan salah ke perasaan benar, dari perasaan dosa ke perasaan suci, dan dari perasaan terlantar karena tidak memiliki kesinambungan dengan Tuhan. Karena itu setiap peristiwa konversi selalu mendorong pelakunya untuk lebih taat mengamalkan ajaran-ajaran agamanya.
C.    Proses Konversi agama
Menurut Jalaluddin (2004:271-273) proses konversi agama ini dapat diumpamakan seperti proses pemugaran sebuah gedung di mana bangunan lama dibongkar dan ditempat yang sama didirikan bangunan baru yang berbeda dengan bangunan sebelumnya.
Demikian pula, seseorang atau sekelompok yang mengalami proses proses konversi agama ini. Segala bentuk kehidupan batinnya yang semula mempunyai pola tersendiri berdasarkan pandangan hidup yang dianutnya (agama), maka setelah tejadinya konversi agama pada dirinya secara spontan pula lama ditinggalkan sama sekali. Segala bentuk perasaan batin terhadap kepercayaan lama, seperti harapan, rasa bahagia, keselamatan dan kemantapan berubah menjadi berlawanan arah. Timbullah gejala-gejala baru berupa, perasaan serba tak lengkap dan tak sempurna. Gejala ini menimbulkan proses kejiwaan dalam bentuk merenung, tekanan batin, penyesalan diri, rasa berdosa, cemas terhadap masa depan dan perasaan susah yang ditimbulkan oleh kebimbangan[2].
M.T.L Penido berpendapat bahswa konversi agama mengandung dua unsur yaitu:
1. Unsur dari dalam diri (endogenos origin) yaitu proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini membentuk suat kesadaran untuk mengadakan suat transformasi yang disebabkan oleh krisis yang terjadi dan Keputusan yang diambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi. Proses ini terjadi menurut gejala psikologis yang bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur psikologis yang lama dan seiring dengan proses tersebut, muncul pula struktur psikologi baru yang dipilih.
2. Unsur dari luar (Exsogenos origin), yaitu proses perubahan yang terjadi dari luar diri atau kelompok, sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan. Kekuatan yang datang dari luar ini kemudian menekan pengaruhna terhadap kesadaran, mungkin berupa tekanan batin, sehingga membutuhkan penyelesaian oleh yang bersangkutan.
Kedua unsur tersebut kemudian memengaruhi kehidupan batin untuk aktif berperan memilih penyelesaian yang mampu memeberikan ketenangan batin yang bersangkutan. Jadi, di sini terlihat adanya pengaruh motivasi dari unsur tersebut terhadap batin. Jika pemilihan hidup tersebut sudah serasi dengan kehendak batin, terciptalah suat ketenangan Seiring dengan timbulnya ketenangan batin tersebut, terjadilah perubahan total dalam struktur psikologi sehingga struktur lama terhapus dan digantikan denga yang baru sebagai hasil pilihan yang dianggap baik dan benar. Sebagai perimbangannya akan muncul motivasi baru untuk merealisasi kebenaran itu dalam bentuk tindakan atau perbuatan positif.
Prubahan yang terjadi tetap penahapan yang sama dalam bentuk kerangka proses secara umum. Kerangka proses itu dikemukakan antara lain oleh:
a.       H. Carrier, yang membagi proses tersebut dalam penahapan sebagai berikut:
1.      Terjadi desintegrasi sintesis kognitif (kegoncangan jiwa) dan motivasi sebagai akibat dari krisis yang dialami.
2.      Reintegrasi (penyatuan kembali) kepribadian berdasarkan konsepsi agama yang  .Dengan adanya reintegrasi ini maka terciptalah kepribadian baru yang berlawanan dengan struktur yang lama.
3.      Tumbuh sikap menerima konsepsi (pendapat) agama yang baru serta peranan yang di tuntut oleh ajarannya.
4.      Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan suci petunjuk Tuhan.
b.      Menurut William James pusat masalah yang dapat dirasakan oleh orang yang mengalami peristiwa konversi agama berkisar pada tiga hal:
1.      Hilangnya seluruh kekhawatiran diri, karena hadirnya suat perasaan yang menyatukan seluruh kemanusiaan seseorang dalam kedamaian, keharmonisan dan ketenangan dirinya, walaupun sebenarnya keadaan dunia luar tetap sama tidak mengalami perubahan. Kepastian tentang adanya rahmat Tuhan disertai pembenatran dan upaya pembenaran keselamatan diri merupaka objek keyakinannya yang biasanya mengikuti perubahan rasa menyatunya dengan Yang Maha Kuasa. Terjadinya suat kesadaran, pengakuan dan kekaguman terhadap yang Maha Kuasa akan menyinari keadaan pikiran dan keadaannya.
2.      Timbulnya perasaaan yang mengarah pada kebenaraan hakiki yang harus diikuti, walaupun tidak diketahui sebelumnya. Misteri hidup menjadi semakin jelas, walaupun biasanya kenyataan seperti itu tidak dapat digambarkan dengan kata-kata.
3.      Diperoleh rasa keanehan dan keganjilan mengenai adanya jaminan yang merupakan perubahan objektif emosional, sehingga dunia senantiasa kelihatan berjalan dalam suasana yang istimewa. Hadirnya suat penampilan yang sama sekali baru akan memperindah setiap objek yang dilihatnya, seolah-olah segala sesuatu itu bertolak belakang dengan keadaan biasanya. Sebaliknya dapat juga berakibat bahwa sesuatu yang biasanya tidak nampak justru kelihatan menakutkan dan mengerikan, bahkan nampak berbagai keanehan di dunia ini, seolah-olah dialami dan dihadapi oleh orang yang sedang murung jiwanya.
c.       Howrd Clark kee yang tulisannya diedit oleh seorang penulis, Peter L. Berger (1981, hal 49), menceritakan ulang tentang peristiwa konversinya yang dialami oleh Paul. Paul memisahkan proses terjadinya konversi ke dalam tiga fase, yaitu : (a) ada peristiwa yang mendahuluinya; (b) proses konversinya sendiri; (c) konsekuensi-konsekuensinya. Howard Clark Kee menjabarkan ketiga fase itu menjadi enam tahap, yaitu:
1.      Mula-mula timbul perasaan bahwa pelaku konversi melihat cahaya dari surga. Dalam keadaan ini ia merasa seolah-olah berada dalam alam yang lain yang biasanya ia alami.
2.      Orang yang mengalami konversi itu jatuh tersungkur ketanah tanpa terasa, sebab pada waktu itu ia dalam keadaan sadar dan tidak, ia tidak tahan menghadapi sesuatu yang hadir berupa kekuatan rohani secara tiba-tiba.
3.      Dalam keadaan berada di suatu alam rohani yang serba mengasyikkan itu, timbullah perasaan dirinya bahwa ia mendengar suara yang datang dari surga.
4.      Suara yang didengarnya itu berisi pernyataan hukuman terhadap dirinya sehubungan dengan tingkah lakunya yang tidak baik selama ini.
5.      Pelaku konversi merasakan munculnya suara yang mengidentifikasikan hadirnya Tuhan kehadapannya. Peristiwa ini dialami diduga dalam rangka peringatan kepada dirinya untuk mempersiapkan diri agar mau mensucikan setiap perbuatannya dan siap meluruskan i’tikad baiknya.
6.      Orang yang mengalami konversi dituntut untuk melaksanakan kewajibannya dimasa yang akan datang dengan sebaik-baiknya.
Jadi secara manusiawi peristiwa konversi itu dialami oleh seseorang dalam keadaan sadar dan tidak sadar, karena peristiwa itu melibatkan hadirnya kekuatan  yang Maha Ghaib yang tidak mungkin diimbangi oleh kemampuan kemanusiaan seseorang. Howard Clark Kee menyimpulkan bahwa konversi itu menyangkut : (a) turunnya ilham kepada seseorang; (b) peristiwa itu terjadi semata-mata karena kekuasaan serta keinginan Tuhan; (c) isi dan maksud penyingkapan sesuatu oleh Tuhan kepada seseorang melalui peristiwa konversi itu sulit digambarkan dalam bahasa manusia biasa.
d.      Dr. Zakiah Daradjat (1970:139-140) memberikan pendapatnya bahwa proses kejiwaan yang terjadi melalui lima tahap, yaitu:
1.      Masa tenang
Disaat ini, kondisi jiwa seseorang berada dalam keadaan tenang karena masalah agama belum memengaruhi sikapnya. Terjadi semacam sikap apriori terhadap agama. Keadaan demikian dengan sendirinya tak akan mengganggu keseimbangan batinnya, hingga ia berada dalam keadaan tenang dan tenteram.
2.      Masa ketaktenangan
Tahap ini berlangsung jika masalah agama telah memengaruhi batinnya. Mungkin dikarenakan suat krisis, musibah ataupun perasaan berdosa yang dialaminya yang menimbulkan semacam keguncangan dalam kehidupan batinnya, sehingga mengakibatkan terjadinya keguncangan yang berkecamuk dalam bentuk rasa gelisah, panik, putus asa, ragu-ragu dan bimbang. Perasaan seperti itu menyebabkan orang menjadi lebih sensitif dan sugestibel. Pada tahap ini terjadi proses pemilihan terhadap ide atau kepercayaan baru untuk mengatasi konflik batinnya.
3.      Masa Konversi
Tahap ketiga ini terjadi setelah konflik batin mengalami keredaan, karena kemantapan batin telah terpenuhi, berupa kemampuan menentuka keputusan untuk memilih yang dianggap serasi atau timbulnya rasa pasrah. Keputusan ini memebrikan makna dalam menyelesaikan pertentangan batin yang terjadi, sehingga terciptalah ketenangan dalam bentuk kesediaan menerima kondisi yang dialami sebagai petunjuk Ilahi. Karena ketenangan batin itu terjadi atas dasar suat perubahan sikap kepercayaan yang bertentangan dengan sikap kepercayaan sebelumnya, terjadilah konversi agama.
4.      Masa tenang dan tenteram
Masa tenang dan tenteram yang kedua ini berbeda dengan tahap sebelumnya. Jika pada tahap pertama, keadaan ini dialami karena sikap yang acuh tak acuh, ketenangan dan ketentraman pada tahap ini ditimbulkan oleh kepuasan terhadap Keputusan yang sudah diambil. Ia timbul karena telah mampu membawa suasana batin menjadi mantap sebagai pernyataan menerima konsep baru.
5.      Masa ekspresi konversi
Sebagai ungkapaan dari sikap menerima terhadap konsep baru dari ajaran agama yang diyakininya tadi, tindak tanduk dan sikap hidupnya diselaraskan dengan ajaraan dan peratuan agama yang dipilih tersebut. Pencerminan dalam bentuk amal perbuatan yang serasi dan relevan sekaligus merupakan pernyataan konversi agama itu dalam kehidupan.
e.       Menurut Wasyim (dalam Sudarno, 2000) secara garis besar membagi proses konversi agama menjadi tiga, yaitu:
1.      Masa Gelisah (unsert), kegelisahan atau ketidaktenangan karena adanya gap antara seseorang yang beragama dengan Tuhan yang di sembah. Ditandai dengan adanya konflik dan perjuangan mental aktif.
2.      Adanya rasa pasrah
3.      Pertumbuhan secara perkembangan yang logis, yakni tampak adanya
realisasi dan ekspresi konversi yang dialami dalam hidupnya.

D.    Ruang Lingkup Konversi Agama
Dunia memang penuh dengan segala kemungkinan. Sering terjadi adanya orang yang semula jauh dari agama, tidak bisa melakukan ketaatan-ketaatan agama, bahkan bukan hanya benci terhadap agama, tetapi juga banyak orang yang melakukan perbuatan yang melanggar ajaran agama itu disadari bertentangannya itu, baik dengan hati nuraninya sendiri maupun dengan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Tetapi tiba-tiba melalui peristiwa konversi itu orang berubah arah, perbaikan dan kembali pada kecenderungan hatinya yang suci untuk mendekati Tuhan. Kemudian ia melakukan ibadah dan segala kebaikan serta mematuhi ajaran-ajaran agamanya. Sudah barang tentu dengan peristiwa itu sekaligus ia menghentikan semua pelanggaran dan perbuatan jahatnya. Yang menjadi persoalan kita sekarang, dilihat dari keyakinan sebelum dan sesudah terjadinya konversi siapakah yang mengalami peristiwa itu, darimana asalnya dan kemana perginya? Kalau begitu, termasuk ke dalam jenis konversi yang mana orang itu? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita dapat mengidentifikasi berdasarkan ruang lingkup konversi agama secara garis besar dapat dipisahkan ke dalam:
1.      Konversi Intern agama
Bagia pertama ini dimaksudkan bahwa konversi itu terjadi dan dialami oleh seseorang dalam intern agamanya sendiri. Artinya secara umum agama dan keyakinan yang dianutnya tidak berbeda antara keadaan sebelum dan sesudahnya; sebelum konversi ia beragama islam, dan setelah konversipun tetap agama islam. Hanya saja orang ini sebelumnya jauh dari agama, tidak pernah mengamal dan bahkan membenci agamanya, tetapi setelah konversi ia berbalik arah menjadi akrab, taat dan mencintai bahkan berani memperjuangkan agamanya.
2.      Konversi Ekstern Agama
Bagian ini menunjukan bahwa peristiwa konversi membawa akibat berubsh dan berbaliknya keyakinan seseorang dari keyakinan suat agama lain. Dengan demikian, orang yang semula berkeyakinan agama A, walaupun relatif tidak mengamalkan keyakinan agamanya, karena suat waktu ia mengalami peristiwa konversi yang dapat mengubur keyakinan agamanya yang lama dengan hadirnya agama yang baru, kemudian dengan segala kesadaran dan keterdorongan dirinya, ia berubah meyakini agama B disertai dengan segala ketaatan dan pengabdiannya. Atau bisa jadi juga seseorang dididik sejak kecil dalam keyakinan agama X, kemudian ia tumbuh menjadi besar dan tetap dalam agamanya, sedikit demi sedikit fanatisme agamanya juga menebal dan mantap, bahkan sebaliknya ia anti dan benci terhadap agama lain, terutama agama Y. Namun suatu ketika terjadi peristiwa yang membawa dirinya ke dalam suasana yang sama sekali lain dan tidak pernah sama sekali dialami sebelumnya. Peristiwa itu membawa dirinya ke dalam pengalaman pribadi yang justru dapat menilai salah keyakinannya selama ini, sehingga akhirnya ia mendapat cahaya terang baru.Ia melihat bahwa keyakinan agamanya yang semula ia jauhi bahkan ia benci, kini menjadi sinar terang yang menyorot gemerlap hati dan pikirannya dalam agama. Dari sana ia mendekati, mencintai dan akhirnya meleburkan diri dalam keyakinan agamanya yang baru. Akhirnya ia menyatakan bahwa ia merubah dan beralih untuk meyakini dan mengamalkan serta membela agama Y itu. Karena dengan segala keyakinan dan kesadarannya itu, yang bersangkutan bukan hanya meninggalkan keyakinan agama X-nya, tetapi bahkan bersedia menjadi pahlawan dengan segala pengorbanan lahir batin, harta dan jiwanya demi keyakinan agama Y-nya.
E.     Faktor-faktor Penyebab Konversi Agama
Berbagai ahli berbeda pendapat dalam menentukan faktor pendorong konversi. William James dalam bukunya The Varieties of Religious Experience dan Max Heirich dalam bukunya Change of Heart banyak menguraikan faktor yang mendorong terjadinya konversi agama tersebut. Dalam buku tersebut diuraikan pendapat dari para ahli yang terlibat dalam disiplin ilmu, masing-masing mengemukakan pendapat bahwa konversi agama disebabkan faktor yang cenderung didominasi oleh lapangan ilmu yang ditekuninya.
Para ahli menyatakan bahwa faktor pendorong terjadinya konversi agama adalah petunjuk ilahi. Pengaruh supernatural berperan secara dominan dalam proses terjadinya konversi agama pada diri seorang atau kelompok.
a.       Para ahli sosiologi berpendapat bahwa penyebab terjadinya konversi agama adalah pengaruh sosial. Pengaruh sosial yang mendorong terjadinya konversi terdiri dari adanya berbagai faktor antara lain :
  1. Pengaruh hubungan antara pribadi baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun non agama (kesenian, ilmu pengetahuan, ataupun bidang keagamaan yang lain).
  2. Pengaruh kebiasaan yang rutin. Pengaruh ini dapat mendorong seseorang atau kelompok untuk berubah kepercayaan jka dilakukan secara rutin hingga terbiasa. Misal, menghadiri upacara keagamaan.
  3. Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat, misalnya: karib, keluarga, famili dan sebagainya.
  4. Pengaruh pemimpin keagamaan. Hubungan yang baik dengan pemimpin agama merupakan salah satu pendorong konversi agama.
  5. Pengaruh perkumpulan yang berdasarkan hobi. Perkumpulan yang dimaksud seseorang berdasarkan hobinya dapat pula menjadi pendorong terjadinya konversi agama.
  6. Pengaruh kekuasaan pemimpin. Yang dimaksud disini adalah pengaruh kekuasaan pemimpin berdasarkan kekuatan hukum. Misal, kepala Negara, raja. Pengaruh-pengaruh tersebut secara garis besarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengaruh yang mendorong secara pesuasif (secara halus) dan pengaruh yang bersifat koersif (memaksa).
Pengaruh-pengaruh tersebut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengaruh yang mendorong secara persuasif dan pengaruh yang bersifat koersif.
b.      Para ahli Psikologi berpendapat bahwa pendorong terjadinya konversi agama adalah faktor psikologis yang ditimbulkan oleh faktor intern maupun ekstern. Faktor-faktor tersebut apabila memengaruhi seseorang atau kelompok menimbulkan semacam gejala tekanan batin, sehingga akan terdorong mencari jalan ke luar, yaitu ketenangan batin. Dalam kondisi jiwa demikian, secara psikologis kehidupan batin seseorang itu menjadi kosong dan tidak berdaya sehingga mencari perlindungan ke kekuatan lain yang mampu memberinya kehidupan jiwa yang tenang dan tenteram.
William James yang berhasil meneliti pengalaman berbagai tokoh yang mengalami konversi agama menyimpulkan sebagai berikut:
a.       Konversi agama terjadi karena adanya suat tenaga jiwa yang menguasai pusat kebiasaan seseorang sehingga pada dirinya muncul persepsi baru, dalam bentuk suat ide yang bersemi secara mantap.
b.      Konversi agama dapat terjadi karena suat krisis ataupun secara mendadak (tanpa suat proses)
c.       Senada dengan itu, sumber bacaan lain mengklasifikasi faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya konversi agama, baik yang bersifat intern maupun ekstern, sebagai berikut:
a.       Faktor Intern, yang ikut memengaruhi terjadinya konversi agama adalah:
1.      Kepribadian
Secara Psikologis, tipe kepribadian tertentu akan memengaruhi kehidupan jiwa seseorang. W. James dalam penelitiannya menemukan bahwa tipe melankolis yang memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam dapat menyebabkan terjadinya konversi agama dalam dirinya.
2.      Faktor pembawaan
Berkenaan dengan faktor pembawaan ini, peneliti Guy E. Swanson mengungkapkan bahwa ada semacamkecenderungan urutan kelahiran yang memengaruhi konversi agama. Anak sulung dan anak bungsu biasanya tak mengalami tekanan batin, sedangkan anak-anak yang dilahirkan pada urutan antar keduanya sering mengalami stres jiwa. Kondisi yang dibawa berdasarkan urutan kelahiran itu banay\ak memengaruhi terjadinya konversi agama.
b.      Faktor Ekstern (faktor luar diri)
Diantara faktor luar yang memengaruhi terjadinya konversi agama adalah:
1.      Faktor keluarga, keretakan keluarga, ketidakserasian, berlainan agama, kesepian, kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum kerabat, dan lainnya. Kondisi demikian menyebabkan seseorang mengalami tekanan batin sehingga sering terjadi konversi agama dalam usahanya dalam meredakan tekanan batin yang menimpa dirinya.
2.      Lingkungan tempat tinggal
Orang yang merasa terlempar dari lingkungan tempat tinggal atau tersingkir dari kehidupan di suatu tempat merasa dirinya hidup sebatang kara. Keadaan demikian menyebabkan seseorang mendambakan ketenangan dan mencari tempat untuk bergantung hingga kegelisahan batinnya hilang.
3.      Perubahan status
Perubhan status, terutama yang berlangsung secara mendadak akan banyak memengaruhi terjadinya konversi agama, misalnya perceraian, ke luar dari sekolah atau perkumpulan, perubahan pekerjaan, menikah dengan orang yang berlainan agama, dan sebagainya.
4.      Kemiskinan
Kondisi sosial ekonomi yang sulit juga merupakan faktor yang mendorong dan memengaruhi terjadinya konversi agama. Masyarakat awam yang miskin cenderung untuk memeluk agama yang menjanjikan kehidupan dunia yang lebih baik. Kebutuhan mendesak akan sandang dan pangan pun dapat memengaruhi.
Berdasarkan gejala tersebut, Starbuck membagi konversi agama menjadi dua tipe.
1.      Tipe volutional ( perubahan bertahap)
Konversi agama tipe ini terjadi secara berproses dan bertahap, sehingga menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan rohaniah yang abru. Sebagian besar konversi demikian terjadi sebagai suat proses perjuangan batin yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin mendatangkan suat kebenaran.
2.      Tipe self-surrender (perubahan drastis)
Konversi agama tipe ini adalah konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang yang tidak mengalami suat proses tertentu tiba-tiba berubah pendiriannya terhadap suat agama yang dianutnya.
Perubahan inipun dapat terjadi dari kondisi yang tak taat menjadi lebih taat, dari tak percaya kepada suat agama, kemudian menjadi percaya dan sebagainya.

d.      Para Ahli Pendidikan
Para ahli ilmu pendidikan berpendapat bahwa konversi agama dipengaruhi oleh kondisi pendidikan. Penelitian ilmu sosial menampilkan data dan argumentasi bahwa suasana pendidikan ikut mempengaruhi konversi agama. Walaupun belum dapat dikumpulkan data secara pasti tentang pengaruh lembaga pendidikan terhadap konversi agama namun berdirinya sekolah-sekolah yang bernaung di bawah yayasan agama tentunya mempunyai tujuan keagamaan pula.

e.       Penido Penido (dalam Ramayulis, 2002), berpendapat bahwa konversi agama mengandung dua unsur:
1.      Unsur dari dalam diri (endogenos origin), yaitu proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini membentuk suatu kesadaran untuk mengadakan suatu transformasi disebabkan oleh krisis yang terjadi dan keputusan yang di ambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi. Proses ini terjadi menurut gejala psikologis yang bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur psikologis yang lama dan seiring dengan proses tersebut muncul pula struktur psikologis baru yang dipilih.
2.      Unsur dari luar (exogenous origin), yaitu proses perubahan yang berasal dari luar diri atau kelompok sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan. Kekuatan yang berasal dari luar ini kemudian menekan pengaruhnya terhadap kesadaran mungkin berupa tekanan batin, sehingga memerlukan penyelesaian oleh yang bersangkutan. Sedangkan berbagai ahli berbeda pendapat dalam menentukan factor yang manjadi pendorong konversi (Motivasi konversi).
James dan Heirich (dalam Ramayulis, 2002), banyak menguraikan faktor yang mendorong terjadinya konversi agama tersebut menurut pendapat dari para ahli yang terlibat dalam berbagai disiplin ilmu, masing-masing mengemukakan pendapat bahwa konversi agama di sebabkan faktor yang cenderung didominasi oleh lapangan ilmu yang mereka tekuni.

f.       Dr. Zakiyah Dardjat dalam bukunya “Ilmu Jiwa Agama” (1978, hal 188-195) menyimpulkan tulisan H.W. Clark mengenai faktor-faktor penyebab konversi agama itu ke dalam lima aspek yang dapat diurutkan sebagai berikut:
1.      Pertentangan batin (konflik jiwa) dan ketegangan perasaan, orang-orang yang gelisah, di dalam dirinya bertarung berbagai persoalan, yang kadang-kadang dia merasa tidak berdaya menghadapi persoalan atau problema, itu mudah mengalami konversi agama. Di samping itu sering pula terasa ketegangan batin, yang memukul jiwa , merasa tidak tenteram, gelisah yang kadang-kadang terasa tidak ada sebabnya dan kadang-kadang tidak diketahui. Dalam semua konversi agama, boleh dikatakan, latar belakang yang terpokok adalah konflik jiwa (pertentangan batin) dan ketegangan perasaan, yang mungkin disebabkan oleh berbagai keadaan
2.      Pengaruh hubungan dengan tradisi agama, diantara faktor-faktor penting dalam riwayat konversi itu, adalah pengalaman-pengalaman yang mempengaruhinya sehingga terjadi konversi tersebut. Diantara pengaruh yang terpenting adalah pendidikan orang tua di waktu kecil mempunyai pengaruh yang besar terhadap diri orang-orang, yang kemudian terjadi padanya konflik konversi agama, adalah keadaan mengalami ketegangan yang konflik batin itu, sangat tidak bisa, tidak mau, pengalaman di waktu kecil, dekat dengan orang tua dalam suasana yang tenang dan aman damai akan teringat dan membayang-bayang secara tidak sadar dalam dirinya. Keadaan inilah yang dlam peristiwa-peristiwa tertentu menyebabkan konversi tiba-tiba terjadi. Faktor lain yang tidak sedikit pengaruhnya adalah lembaga-lembaga keagamaan, masjid-masjid atau gerejagereja. Melalui bimbingan lembaga-lembaga keagamaan itu, termasuk salah satu faktor penting yang memudahkan terjadinya konversi agama jika pada umur dewasanya ia kemudian menjadi acuh tak acuh pada agama dan mengalamkonflik jiwa atau ketegangan batin yang tidak teratasi.
3.      Ajakan/seruan dan sugesti, banyak pula terbukti, bahwa diantara peristiwa konversi agama terjadi karena pengaruh sugesti dan bujukan dari luar. Orang-orang yang gelisah, yang sedang mengalami kegoncangan batin, akan sangat mudah menerima sugesti atau bujukan-bujukan itu. Karena orang-orang yang sedang gelisah atau goncangan jiwanya itu, ingin segera terlepas dari penderitaannya, baik penderitaan itu disebabkan oleh keadaan ekonomi, sosial, rumah tangga, pribadi atau moral.
4.      Faktor-faktor emosi, orang-orang yang emosionil (lebih sensitif atau banyak dikuasai oleh emosinya), mudah kena sugesti, apabila ia sedang mengalami kegelisahan. Kendatipun faktor emosi, secara lahir tampaknya tidak terlalu banyak pengaruhnya, namun dapat dibuktikan bahwa, emosi adalah salah satu faktor yang ikut mendorong kepada terjadinya konversi agama, apabila ia sedang mengalami kekecewaan.
5.      Kemauan, kemauan yang dimaksudkan adalah kemauan seseorang itu sendiri untuk memeluk kepercayaan yang lain Selain faktor-faktor diatas, Sudarno (2000) menambahkan empat factor pendukung, yaitu:
6.      Cinta, cinta merupakan anugrah yang harus dipelihara, tanpa cinta hidup tidak akan menjadi indah dan bahagia, cinta juga merupakan salah satu fungsi sebagai psikologi dan merupakan fitrah yang diberikan kepada manusia ataupun binatang yang banyak mempengaruhi hidupnya, seseorang dapat melakukan konversi agama karena dilandaskan perasaan cinta kepada pasangannya.
7.      Pernikahan, adalah salah suatu perwujudan dari perasaan saling mencintai dan menyayangi.
8.      Hidayah “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang dikendaki- Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” (QS. Al-Qasas:56) “Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang
siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki kelangit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman”. (QS. Al An’am: 125) Ayat-ayat Al-Qur’an diatas dapat diambil kesimpulan bahwa bagaimanapun usaha orang untuk mempengaruhi seseorang untuk mengikuti keyakinannya, tanpa ada kehendak dari Allah SWT tidak akan bisa. Manusia diperintah oleh Allah SWT untuk berusaha, namun jangan sampai melawankehendak Allah SWT dengan segala pemaksaan.
Kebenaran agama, menurut Djarnawi (Sudarno, 2000) agama yang benar adalah yang tepat memilih Tuhannya, tidak keliru pilih yang bukan Tuhan dianggap Tuhan. Kebenaran agama yang dimaksud tidak karena paksaan, bujukan dari orang lain, akan tetapi lewat kesadaran dan keinsyafan antara lain melalui dialog-dialog, ceramah, mempelajari literatur, buku-buku dan media lain.


[1] Wildan Baihaqi. Psikologi Agama. 2012. Hal. 191
[2] Drs. Bambang Syamsul Arifin. Psikologi Agama. Tahun 2008. Hal. 198


*Faiz Al-zawahir, Seorang mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam UIN SGD Bandung; Aktivis HMI Komisariat Tarbiyah Cabang Kabupaten Bandung.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar