Menakar
Keberhasilan Pembangunan Indonesia Dengan Fenomena “Mudik”
Oleh : Faiz Al-Zawahir *
“Mudik” adalah satu
kata yang menjadi sorotan dan menjadi topic pembicaraan di negeri ini ketika
menjelang idhul fitri. semua kalangan masyarakat senantiasa membicarakan
tentang mudik di manapun. Orang desa senantiasa bertanya pada karib kerabatnya
yang di kota kapan kamu mudik?. Pun yang di kota senantiasa sibuk bekerja demi
mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk hari raya dan pembiayaan mudik. Televisi
senantiasa menjadikan mudik menjadi topic berita yang hampir tiap jam selalu
dihiasi dengan pembicaraan langsung dari titik-titik pusat kemacetan yang
disebabkan oleh banyaknya kendaraan yang menjadi alat transfortasi mudik.
Aparat kepolisian serta pejabat public yang bertanggung jawab mengurusi
fenomena mudik senantiasa disibukan untuk menyiapkan dan mengamankan dan
mengatur lalulintas demi terciptanya suasana mudik yang aman dan lancer.
Mudik adalah fenomena
urbanisasi yang menjadi ciri khas negeri Indonesia ketika menjelang idhul
fitri. Hal itu ditandai dengan migrasi besar-besaran penduduk negeri ini dari
kota besar ke berbagai daerah pelosok negeri Indonesia. Terutama Jakarta yang
menjadi magnet untuk rakyat Indonesia yang hidup di kampong atau daerah asalnya
senantiasa sulit mendapatkan pekerjaan dan berpenghasilan cukup untuk bekerja
dan mengadu nasib di Jakarta.
Masyarakat Indonesia
yang tinggal dan bekerja di kota besar mudik ke kampung halaman guna
bersilaturahmi dan berkumpul dengan keluarga pada momentum idhul fitri.
Sehingga mudik seakan sudah menjadi sebuah kewajiban bagi semua umat islam yang
tinggal dan bekerja di kota besar untuk mudik ketika idhul fitri.
Akan tetapi jika
fenomena mudik kita fikirkan secara seksama. Terjadinya mudik besar-besaran ketika
menjelang idul fitri menandai kegagalan pembangunan di negeri ini. Fenomena
mudik menandakan kegagalan dan tidak meratanya pembangunan di negeri ini.
Mayoritas masarakan Indonesia yang mellakukan mudik adalah mereka yang bekerja
di kota-kota besar terlebih Jakarta. Hal itu mempertegas bahwa pembangunan di
negeri ini telah gagal. Karena masyarakat tidak akan pergi mengadu nasib ke
Jakarta jika di kampung halamannya tersedia lapangan pekerjaan yang mencukupi.
Tersedianya lapangan pekerjaan yang mencukupi menandakan pembangunan didaerah
tempat tinggalnya berhasil.
Oleh sebab itu jika
setiap tahun setiap menjelang idhul fitri masyarakat Indonesia senantiasa di
hiasi dengan fenomena mudik. Maka pembangunan dinegeri ini belum berhasil dan
belum memakmurkan masyarakat negeri ini.
Rasululoh Saw bersabda
dalam salah satu hadisnya yang diriwayatkan oleh imam Dailami dari Ali Ra yang
artinya. “empat hal yang menjadi ciri
kebahagiaan bagi seorang manusia
1.
Dengan
memiliki pasangan hidup yang sholeh/sholihah “antakuna zauzatuhus Solihah”
2.
Memiliki
anak yang sholeh/sholihah “wa auladuhul abrar”
3.
Memiliki
teman,karib dan hidup dilingkungan yang sholeh “wa khuluthoukhus sholihin”
4.
Memiliki
pekerjaan dan sumber rejeki di kampong halamannya “waanyakuna rijkuhu pi baladihi”
Ciri dari kebahagian
yang ke empat diatas yaitu dengan Memiliki pekerjaan dan sumber rejeki di kampung
halamannya. Hal ini dikarenakan dengan memiliki pekerjaan di kampong halamnnya
ia hidup dan bekerja serta menikmati hasil dari pekerjaannya dengan keluarga
yang ia cintai setiap hari.
Ketika pembangunan di
negeri ini merata dan menyentuh semua elemen dan lapisan masyarakat negeri ini
maka akan sedikit sekali masyarakat yang memilih untuk pergi dari kampung
halamannya guna mencari pekerjaan. Oleh sebab itu ketika di negeri ini
menjelang idhul fitri senantiasa ditandai dengan mudik akbar migrasi penduduk
dari kota ke desa hal itu masih menandakan bahwa pembangunan negeri ini belum
berhasil,tidak merata dan tidak tepat sasaran.
*Faiz Al-zawahir Ketua Umum HMI
Komisariat Tarbiyah Cabang Kabupaten Bandung. Mahasiswa Jurusan Pendidikan
Agama Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar