BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang masalah
Hubungan interpersonal dapat
diartikan sebagi hubungan antar pribadi dengan pribadi yang lain. Hal itu sejalan dengan fotrah
manusia selain sebagai makhluk individual juga sebagai makhluk social sehingga
hubungan interpersonal pasti akan di alami oleh seluruh manusia yang hidup
secara normal.
Komunikasi yang
efektif diatandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Ketika kita
berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi kita juga
menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita
tidak hanya menentukan content melainkan juga menentukan relationship.dari segi
psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan
interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya
tentant orang lain dan persepsi dirinya;sehingga makin efektif. Oleh sebab itu
maka penting bagi seorang guru untuk mengetahui dan memahami tahapan
perkembangan hubungan intrepersonal peserta didik demi tercapainya tujuan dari
pendidikan.
1.2
Rumusan masalah
1)
Apa pengertian dari hubungan interpersonal ?
2)
Apa
saja jenis-jenis hubungan interpersonal ?
3)
Bagaimana
perkembangan dan pola-pola hubungan interpersonal ?
4)
Fsktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi hubungan Interpersonal?
5)
Bagaiman
karakteristik Hubungan Interpersonal Peserta didik ?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dan pembuatan makalah ini selain bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik, pembuatan
makalah kami ini yang berjudul perkembangan hubungan Interpersonal Peserta
Didik juga mempunyai tujuan untuk agar kita dapat menngetahui dan memehami
hal-hal yang berhubungan dengan hubungan interpersonal manusia khususnya
peserta didik karna pemahaman terhadap
hubungan interpersonal peserta didik akan sangat berguna bagi guru dan calon
guru dalam menyikapi peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal dapat
diartikan sebagi hubungan antar pribadi dengan pribadi yang lain. Hal itu sejalan dengan fotrah
manusia selain sebagai makhluk individual juga sebagai makhluk social sehingga
hubungan interpersonal pasti akan di alami oleh seluruh manusia yang hidup secara
normal.
Hakikat dari hubungan interpersonal
adalah bahwa ketika berkomunikasi, kita bukan hanya menyampaikan isi pesan,
tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonal. Jadi, kita bukan sekedar
menentukan content tetapi juga relationship. Pandangan ini merupakan hal baru
dan untuk menunjukkan hubungan pesan komunikan ini disebut sebagai
metakomunikasi.
Dalam hal ini berarti bahwa studi
komunikasi interpersonal bergeser dari isi pesan kepada aspek relasional. Aspek
relasional inilah yang menjadi unit analisis dari komunikasi interpersonal.
Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan
interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat
persepsinya sehingga makin efektif komunikasi itu berlangsung.
Hubungan interpersonal terbentuk ketika
proses pengolahan pesan, (baik verbal maupun nonverbal) secara timbal balik
terjadi dan hal ini dinamakan komunikasi interpersonal. Ketika hubungan
interpersonal interpersonal tumbuh, terjadi pula kesepakatan tentang aturan
berkomunikasi antara para partisipan yang terlibat.
2.2
Jenis-Jenis Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal dapat diklasifikasikan
berdasarkan faktor-faktor berikut:
1.
Berdasarkan jumlah individu yang terlibat:
a)
Hubungan diad
Merupakan hubungan atara dua individu.
Kebanyakan hubungan kita dengan orang lain bersifat diadik. William Wilmot
mengemukakan beberapa ciri khas hubungan diad:
a. Setiap
hubungan diad memiliki tujuan khusus
b. Individu
dalam hubungan diad menampilkan wajah yang berbeda dengan ‘wajah’ yang
ditampilkannya dalam hubungan diad yang lain.
c. Pada
hubungan diad berkembang pola komunikasi (termasuk pola berbahasa) yang
unik/khas yang akan membedakan hubungan tersebut dengan hubungan diad yang
lain.
b)
Hubungan Triad
Merupakan
hubungan antara tiga orang. Dibandingkan hubungan diad, hubungan triad:
a. Lebih
kompleks
b. Tingkat
keintiman/kedekatan anatarindividu lebih rendah, dan
c. Keputusan
yang diambil lebih didasarkan voting atau suara terbanyak (dalam hubungan diad,
keputusan diambil melalui negosiasi).
2. Berdasarkan
tujuan yang ingin dicapai:
A. Hubungan Tugas
Merupakan
sebuah hubungan yang terbentuk karena tujuan menyelesaikan sesuatu yang tidak
dapat dikerjakan oleh individu sendirian. Misalnya hubungan antara pasien
dengan dokter, hubungan mahasiswa dalam kelompok untuk mengerjakan tugas, dan
lain-lain.
B. Hubungan Sosial
Hubungan yang
tidak terbentuk dengan tujuan untuk menyelesaikan sesuatu. Hubungan ini
terbentuk baik secara personal dan sosial (social relationship). Sebagai contoh
adalah hubungan dua sahabat dekat, hubungan dua orang kenalan saat makan siang
dan sebagianya.
3. Berdasarkan
Jangka waktu:
A. Hubungan jangka pendek
Merupakan
hubungan yang sementara sifatnya, hanya berlangsung sebentar. Misalnya hubungan
antara dua orang yang saling menyapa ketika bertemu di jalan.
B. Hubungan
Jangka Panjang
Hubungan ini
berlangsung dalam waktu yang lama. Semakin lama suatu hubungan semakin banyak
investasi yang ditanam didalamnya (misalnya berupa emosi atau perasaaan,
materi, waktu, komitmen dan sebagainya) Dan karena investasi yang ditanam itu
banyak maka semakin besar usaha kita untuk mempertahankannya.
4. Berdasarkan
tingkat kedalaman atau keintiman;
A. Hubungan Biasa
Meruapakan
hubungan yang sama sekali tidak dalam atau intim. Pola-pola komunikasi yang
berkembang sifatnya impersonal atau ritual. Hubungan akrab/intim Bersifat
personal dan terbebas dari hal-hal yang ritual. Hubungan ini ditandai dengan
penyingkapan diri (self-disclosure). Makin intim suatu hubungan, makin besar
kemungkinan terjadinya penyingkapan diri tentang hal-hal yang sifatnya pribadi.
Hubungan intim terkait dengan jangka waktu: keintiman akan tumbuh pada jangka
panjang. Karena itu hubungan intim akan cenderung dipertahankan karena
investasi yang ditanamkan individu di dalamnya dalam jangka waktu yang lama
telah banyak.
B. Hubungan
akrab/intim
Bersifat
personal dan terbebas dari hal-hal yang ritual. Hubungan ini ditandai dengan
penyingkapan diri (self-disclosure). Makin intim suatu hubungan, makin besar
kemungkinan terjadinya penyingkapan diri tentang hal-hal yang sifatnya pribadi.
Hubungan intim terkait dengan jangka waktu: keintiman akan tumbuh pada jangka panjang.
Karena itu hubungan intim akan cenderung dipertahankan karena investasi yang
ditanamkan individu di dalamnya dalam jangka waktu yang lama telah banya
2.3
Perkembangan Hubungan Interpersonal
Apapun bentuk
hubungan yang terjadi, dinamika sebuah hubungan interpersonal akan tumbuh,
berkembang dan berakhir. Menurut Ruben, tahap
-tahap hubungan interpersonal akan meliputi;
1. Inisiasi,
merupakan tahap
paling awal dari suatu hubungan interpersonal. Pada tahap ini individu
memperoleh data mengenai masing-masing melalui petunjuk nonverbal seperti
senyuman, jabatan tangan, pandangan sekilas, dan gerakan tubuh tertentu.
2. Eksplorasi.
Tahap ini
merupakan pengembangan dari tahap inisiasi dan terjdai tidak lama sesudah
inisiasi. Disini mulai dijajaki potensi yang ada dari setiap individu serta
dipelajari kemungkinan-kemungkinan yang ada dari suatu hubungan.
3.
Intensifikasi.
Pada
tahap ini, individu harus memutuskan baik secara verbal maupun nonverbal apakah
hubungan akan dilanjutkan tau tidak.
4. Formalisasi.
Dalam
perkembangannnya hubungan yang telah berjalan itu perlua diformalkan. Pada
tahap ini tiap-tiap individu secar bersama mengembangkan simbol-simbol,
pola-pola komunikasi yang disukai, kebiasaan dan lain sebagainnya. Contoh
hubungan dua orang berpacaran diformalkan dengan tukar cincin. Hubungan jual
beli diformalkan dengan penandatanganan akta jual beli dan sebagainya.
5. Redefinisi.
Sejalan dengan
waktu individu tidak dapat menghindarkan diri dri perubahan. Perubahan ini
mampu menciptakan tekanan terhadap hubungan yang tengah berlangsung.
Konsekuensinya adalah individu perlu mendefinisikan kembali hubungan yang
sedang dijalankan.
6. Deteriorasi.
Kemunduran atau
melemahnya suatu hubungan kadang tidak disadari oleh mereka yang terlibat dalam
hubungan tersebut. Jika kemunduran yang terjadi itu tidak segera diantisipasi
maka bukan tidak mungkin hubungan yang terbentuk itu akan mengalami kehancuram.
Satu hal yang
perlu diingat adalah tidak semua hubungan yang terbentuk harus melewati keenam
tahapan diatas. Atau bisa saja satu hubungan melewati keenamnya sementara
hubungan yang lain hanya melewati tiga dari enam tahapan tersebut.
Mark Knapp mengemukakan pendapatnya tentang tahapan perkembangan sebuah hubungan interpersonal:
Mark Knapp mengemukakan pendapatnya tentang tahapan perkembangan sebuah hubungan interpersonal:
1.
Inisiasi:tahap awal yang dicirikan dengan sedikit pembicaraan
2.
Eksperimen:suatu tahap dimana para individumulai mencari informasi lebih banyak
tentang individu lain.
3.
Intensifikasi: sama dengan yang dikemukakan Ruben
4. Integrasi:
tahap yang menumbuhkan perasaan bersama; individu merasa sebagai satu kesatuan,
bukan lagi individu yang berbeda
5. Pertalian
atau ikatan:suatu tahap dimana individu secara formal meneguhkan hubungan
mereka.
Sementara itu
Jalaluddin Rakhmat, meringkas perkembangan hubungan interpersonal itu menjadi
tiga tahap saja:
1. Pembentukan
hubungan.
Tahap ini
sering disebut sebagai tahap perkenalan (acquintance process). Fokus pada tahap
ini adalah proses penyampaian dan penerimaan informasi dalam pembentukan
hubungan. Informasi yang diperoleh tidak selalu melalui komunikasi verbal
melainkan juga melalui komunikasi nonverbal.
2. Peneguhan
hubungan
Hubungan
interpersonal tidak bersifat statis tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan
memperteguh hubungan interpersonal diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk
mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting untuk memelihara
keseimbangan, yaitu keakraban, kontrol,respons yang tepat dan nada emosional
yang tepat.
3. Pemutusan
hubungan
Suatu hubungan
interpersonal yang paling harmonis sekalipun dapat mengalami pemutusan
hubungan, mungkin karena kematian, mungkin karena konflik yang tidak
terselesaikan dan sebagainya.
2.4
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hubungan Interpersonal
Ruben
mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola-pola komunikasi
interpersonal sebagai berikut:
1.
Tingkat hubungan dan konteks
Pola yang
berkembang akan berbeda pada tingkat komunikasi yang biasa dengan yang intim.
Begitu juga konteks akan menentukan pola komunikasi yang tercipta misal di mall
yang ramai atau di taman yang sepi.
2. Kebutuhan
interpersonal dan gaya komunikasi
3. Kekuasaan
4.
Konflik
Sementara itu
Jalaluddin Rakhmat menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola
komunikasi dalam hubungan interpersonal:
1.
Percaya (trust).
Percaya menentukan efektivitas komunikasi dan
dapat meningkatkan kadar komunikasi interpersonal yang terbentuk.
2.
Sikap suportif
3.
Sikap terbuka
2.5
Karakteristik Perkembangan hubungan
Interpersonal
2.5.1
Hubungan Dengan Keluarga
Keluarga
merupakan unit social yang terkecil yang memiliki peranan penting dan menjadi
dasar perkembangan psikososial anak dalam konteks social yang lebih luas. Untuk
itu dalam memahami perkembangan psikosos,ial peserta didik, perlu bagaimana
hubungan anak dengan keluarganya.
2.5.1.1
Karakteristik Anak Usia Sekolah Dengan Keluarga
Masa usia sekolah dipandang sebagai
masa untuk pertamaklinya anak memulai kehidupan social mereka yang
sesungguhnya. Maka terhadilah perubahan hubungan anak dengan orang tua.
Perubahan tersebut diantaranya disebakan adanya peningkatan waktu anak denga
teman-teman sebayanya di sekolah.
Sekalipun tidak lagi menjadi subjek
tunggal dalam pergaulan anak orang tua teap menjadi bagian yang penting dalam
proses ini karena mereka yang menjadi figure sentral bagi si anak. Oleh sebab
itu orang tua harus menuntun anak untuk menjadi bagian dalam lingkuangan social
yang lebih luas.
Sesuai dengan masa perkembangan
kognitipnya yang semakin matang. Maka pada usia sekolah anak secara
berangsur-angsur lebih bannyak mempelajari mengenai sikap-sikap dan motivasi
orangtuanya, serta memahami aturan-aturan keluarga sehingga mereka menjadi
lebih mampu untuk mengendalikan ytingkah lakunya.
Pada priode ini orang tua dan
anak-anak telah memilik sekumpulan pengalaman masa lalu bersama, dan
pengalam ini membuat hubungan keluarga
menjadi bertamnbah unik dan penuh arti.
2.5.1.2
Karakteristik Anak Usia Remaja Dengan Keluarga
Perubahan
kognitif , fisik dan social yang terjadi dalam
perkembangan remaja mempunyai
pengaruh besar terhadap relasi orang tua dengan
remaja. Remaj kebanyakan lebiih sedikit meluangkan waktunya dengan orang
tua dan lebih mengahbisakn waktu unytuk berinteraksi dengan dunia yang lebih yang membuat mereka berhadapan dengan
nilai-nilai dan ide yang baru.
Beberapa
peneliti yang meneliti masalah perkembangan anak remaja menyatakan bahwa
pencapaian otonomi psikologis merupakan salh satu tugas perkembangan yang
terpenting dari masa remaja. Akan tatapi
terdapat perbedaan mengenai tipe lingkungan keluarga yang lebih kondusif bagi
perkembangan otonomi ini.
Sejumlah
teori dan penelitian kontemporer
menyatakan bahwa otonomi yang baik akan
terbangun dalam lingkungan keluarga yang positip dan suportif. Menurut mereka, hubungan yang suportif memungkinkan
untuk mengungkapkan perasaan positif dan negatef yang membantu dalam
perkembangan social dan otonomi yang bertanggung jawab (hasil penelitian lamborn dan steinberg 1993) .
2.5.2
Hubungan Dengan Teman Sebaya
Tidak berlebihan kiranya apabila
Hartub,dkk (1996) menulis “the social relayion of children and adolescent ared centered on their friend as
weil their families” . sebab
bagaimanapun bagi anak usia sekolah teman sebaya (peer) memilik fungsi yang sama dengan orang tua.
Teman bisa memberika ketengan dalam kekhawatiran. Tidak jarang terjadi anak
yang tadinya penakut menjadi pemberani berkat teman sebaya. Berikut ini akan di
uraikan beberapa asfek perkembangan peserta didik denga teman sebayanya :
2.5.2.1 Karakteristik Anak Usia Sekolah Dengan Teman Sebaya
Seperti awalnya sama dengan masa anak-anak. Berinteraksi denag
teman sebaya akan banyak menyita waktu
selam pertengahan dan akhir-akhir masa anak-anak. Barker dan Wright (dalam
santrok , 1995) mencatat bahwa anak-anak usia 2 tahun menghabiskan 10% waktu siangnya untuk berinteraksi dengan
teman sebaya. Pada usia 4 tahun
meningkat menjadi 20% sedangkan anak usia
7-11 tahun meluangkan lebih dari 40% waktunya untuk berinteraksi dengan
teman sebaya.
3.5.2.2
Pembentukan Kelompok
Interaksi
teman sebaya yang terjadi dalam gruf
atau kelompok. Sehingga friode ini sering disebut “usia kelompok” pada masa ini
anak sudah tidak puas lagi untuk bemain sendirian di rumah. Atu melakukan
kegiatan dengan anggota keluarga yang lain. Hal ini karena anak memilik
keinginan yang kuatg untuk diterima sebagai anggota kelompok. Serta merasa
tidak puas apbila tidak bersama-sama denga teman-temanya.
Dalam
menetukan kelompok ini biasanya anak usia sekolah dasar ini lebih menekankan
pada aktifitas bersama-sama. Seperti bercanda,ber main,berjalan kesekolah. Merupakan dasar bagi kemungkinan ter bentuk kelompok teman sebaya. Rubin dan
Krasnor (1980).pada usia anak 6 – 7 tahun, kelompok teman sebaya tidak lebih
dari kelompok bermain ; pada anak usia 9 tahun keompok menjadi lebih formal
sekarang keompok berkumpul menurut kegemaran dan minat yang sama.
3.5.2.3
Popularitas, Penerimaan Sosial
dan Penolakan
Pada anak usia sekolah dasar sudah terlihat adanya usaha untuk
mengemabangkan suatu penilaian terhadap orang lain dengan berbagai cara. Hal ini terlihat dari
pemilihan teman lebih meningkat dan lebih meningkat dengan lebih mendasarkan
pada kualitas pribadi, seperti kejujuran, kebaiukan hati, humor , kepintaran
dan kreativitas.
Para ahli psikologi sudah meneliti mengenai factor apa yang
menjadikan anak popular. Dalam penelitian itu para peneliti menggunakan metode sosiometri
(hallinan, 1981 ) yaitu suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui
setatus dan penerimaan social anak diantara teman sebayanya. Dan hasil
penelitian ini di susun dala sosiogram, yaitu suatu diagram yang menggambarkan
iteraksi anggota suatu kelompok atau bagaimana perasaan satu anak dalam kelompom
kepada anak yang lain. Sosiogram ini menunjukan mana anak yang banyak di terima
dan tidak. Kemudian para peneliti membedakan anak-anak atas dua, yaitu : anak
yang popular dan anak yang tidak popular.
Popularitas seorang anak ditentukan oleh berbagai kualitas yang
dimilikinya,Hartup (1983) mencata bahwa anak yang popeler adalha anak yang
ramah,suka bergaul,suka bersahabat,sangat peka secara social dan sangat mudah
bekerja sama dengan orang lain. Asher et al,1982 (Seifert
&hufnung1994), mencatat bahwa naka-anak
yang populler adalah anak yang mudah menjalin kerja sama dan interaksi social
dengan mudah,,memehami situasi social,memilik keterampilan yang tinggi
dalam hubungan antar pribadi dan
cenderung bertindakk engan dcara-cara yang koopratip,prososial sertta selaras
dengan norman-norma kelompok. Popularitas juga dihubungkan dengan IQ dan
prestasi akdemik. Anak-anak lebih menukai anak yang pintar dan rajin disekolah.
Demikian juga dengan orang yang pemalas dalam akademik (Zigler &
Stevensen,1993)
Anak-anak yang tidak populer di golongkan menjadi dua yaitu :
anak-anak yang ditolak (rejected children ) dan anak-anak yang diabaikan
(neglected children). Anak-anak yang di abaikan adalh anak-anak yang
menerima sedit perhatian dengan teman sebaya mereka. Dan anak yang di tolak
adalah anak-anak yang di tolak dan tidak di sukai oleh anggota kelompok yang
cenderung bersipat egois, mengganggu, mempunyai sipat-sipat positip dan banyan
sikap negative.
Anak-anak yang ditolak cenderung akan bersikap agresif, hiferaktiv,
kuarang perhatian dan atau ketidakdewasaan, sehingga sering bermasalah dengan
akademis di sekolahnya (Putallas & wiserman,1990) akan tetapi tidak semua
anak-anak yang ditolak berfrilaku agresif. Meskipun frilaku agresif influsif
dan menganggu mereka mengalami penolakan namun kira-kira 10 hingga 20%
anak-anak yang ditolak adalh anak-anak yang pemalu (Santrok, 1996)
3.5.3
Persahabatan
Karakteristik
lain dari pola hubungan anak usia sekolah dengan teman sebayanya adalah
munculnya keinginan untuk menjalin hubungan pertemanan yang lebih akrab atau
yang dalam kajian psikologi perkembangan di sebut dengan istilah friendship (persahabatan).
Jadi,
persahabatan lebih dari pertemanan biasa McDevitt dan Ormrod (2002), setidaknya
ada tiga kualitas yang membedakan hubungan persahabatan dengan hubungan teman
sebaya lainnya, yaitu:
1.
They
are voluntary relationships (adanya
hubungan yang di bangun secara suka rela)
2.
They
are powered by shared routines and customs
(hubungan persahabatan di bangun atas dasar kesamaan kebiasaan)
3.
They
are reciprocal relationships
(persahabatan di bangun atas dasar hubungan timbal balik)
Menurut Santtrock (1998), karakteristik yang paling umum dari
persahabatan adalah keakraban (intimacy), dan kesamaan (similarity). Keakraban
dapat di artikan sebagai penyingkapan diri dari berbagai pemikiran pribadi.
Anak juga lebih bersedia berbagi dengan sahabat meskipun terkadang terjadi persaingan
sehingga menurunkan kesedian mereka untuk berbagi dengan sahabat.
Sementara Santtrrock menyebutkan enam pungsi penting dari
persahabatan yaitu:
1.
sebagai
kawan (companionships)
2.
sebagai
pendorong (stimulations)
3.
sebagai
dukungan pisik (pisikalsupport)
4.
sebagai
dukungan ego (ego support)
5.
sebagai
perbandingan social (socialcomparison)
6.
sebagai
pemberi keakraban dan perhatian (intimacy/affection)
persahabatan merupakan sala
satu phenomena interaksi social yang
sangat penting bagi anak-anak usia sekolah. Tetapi dalam perkembangan
selanjutnya anak usia 10 tahun mulai lebih memperhatikan kualitas hubungan
persahabatan. Mereka sudah lebih terampil dalam sosialisasi sudah dapat
menghargai nilai hal ini terjadi karena kematangan untuk berempati.
Hetherington dan Parke (1999),
menggambarkan tiga tahap perkembangan gagasan anak tentang persahabatan yaitu:
1.
Reward-cost
stage (7-8 tahun), pada tahap ini anak
menyebutkan ciri-ciri sahabat sebagai teman yang menawarkan bantuan, melakukan
kegiatan bersama-sama memberikan ide bisa bergabung dalam permainan dan
memiliki kesamaan demografis.
2.
Normative
stage (10-11 tahun), anak mengharapkan
sahabatnya bisa menerima dan mengagumi dirinya. Setia dan memberikan komitmen
terhadap persahabatan serta mengekpresikan sikap yang sama dan nilai terhadap
aturan.
3.
Empatic
stage (11-13 tahun), anak mengahrapkan
kesungguhan intimacy dari sahabat.
2.5.3.1 Karakteristik Remaja Dengan Teman Sebaya
Perkembangan kehidupan social remaja juga di tandai dengan gejala
meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan sebaya sebagian waktunya di
habiskan untuk bergaul dengan teman sebaya mereka. Dalam suatu investigasi di
temukan bahwa anak berusia dua tahun menghabiskan waktu 10 % setiap harinya, 20
% pada usia empat tahun dan lebih dari 40 % pada usia 7-11 tahun (santrock
1998).
Stadi kontemporer tentang remaja menunjukan bahwa hubungan yang
positif dengan teman sebaya di asosiakan dengan penyesuaian social yang
positif. Secara lebih rinci Kelly dan Hansen (1987), menyebutkan enam pungsi
positif dari teman sebaya yaitu:
1.
mengontrol
impuls-impuls negative
2.
memperoleh
dorongan emosional dan social serta lebih menjadi independen
3.
meningkatkan
keterampilan social, kemampuan penalaran dan belajar untuk mengekpresikan
perasaan dengan cara yang lebih matang.
4.
Mengembangan
sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin
5.
Memperkuat
penyesuaian moral
6.
Meningkatkan
harga diri (self-esteem)
Ahli lain menekankan pengaruh negative dari teman sebaya terhadap
perkembangan anak dan remaja. Bagi sebagian remaja ditolak atau di abaikan oleh
teman sebaya menyebabkan munculnya perasaan kesepian dan permusuhan. Di samping
itu, penolakan oleh teman sebaya di hubungkan dengan kesehatan mental dan
kejahatan. Lebih dari itu, teman sebaya dapat memperkenalkan remaja pada
alcohol, narkoba, kenakalan, dan berbagai prilaku yang di pandang orang dewasa
maladiktif (santro 1998).
3.5.3.2
Hubungan Dengan Teman Sekolah
Bagi
seorang anak memsuki dunia sekolah merupakan pengalaman yang menyenangkan namun
sekaigus menebarkan semua itu karena lingkungan social sekolah berbeda dengan
lingkungan social keluarga. Sekolah merupakan lingkungan artipisial yang
berguna mendidik dan membina generasi muda kearah tertentu terutama membekali
anak dengan pengetahuan dan kecakapan hidup (life skill). Yang di
butuhkan di kemudian hari.
Dusek
(1991) mencatat dua pungsi utama sekolah demi remaja yaitu: pertama memberikan
kesempatan pada remaja untuk tumbuh secara social dan emosional; kedua
membekali mereka dengan pengetahuan dan keterampilan yang di perlukan untuk
menjadi orang yang mendiri secara ekonomi dan menjadi anggota masyarakat
produktif.
Disamping
keluarga dan teman sebaya sekolah juga mempunyai peranan yang sangat penting
bagi perkembangan anak. Bagi kebanyakan anak dan remaja guru di sekolah masih
merupakan sumber identifikasi dan symbol otoritas yang mampu menciptakan iklim
kelas dan kondisi-kondisi interaksi di antara siswa-siswanya guru masih
mempunyai peran sentral dalam kehidupan anak remaja yang sering sangat
menentukan bagaimana mereka merasakan berada di sekolah dan bagaimana mereka
merasakan diri mereka.
Demikian
pentingnya pengaruh guru terhadap kehidupan remaja, maka sejumlah ahli
psikologi perkembangan telah mencoba merumuskan satu propil tentang sipat-sipat
kepribadian seorang guru yang baik. Gage (dalam zigler dan Stevenson 1993)
misalnya: menunjukan beberapa sipat guru yang di asosiasikan dengan
keberhasilan siswa di sekolah. Yaitu: antusiasme, mampu membuat perencanaan,
bersikap tenang, mampu beradaptasi, fleksibel, dan menyadari akan perbedaan
individual. Sementara Erik erikson menyatakan bahwa guru yang baik adalah
menciptakan suatu sense of industry bukan inferiority bagi para
siswanya. Mereka memahami bagaimana melakukan selingan antara belajar dan
bermain menghargai kemampuan murid, mengetahui bagaimana mengetahui
menciiptakan suasana anak memandang diri mereka secara positif.
2.6 Implikasi perkembangan
Hubungan Interpersonal terhadap Pendidikan
Hubungan imterpersonnal dapat di artikan sebagai hubungan antar
pribadi. Peserta didik sebagai pribadi yang unik sebagai makhluk social.
Peserta didik senantiasa melakukan inreraksi social dengan orang lain.
Interaksi social menjadi faktor utama dalam hubungan interfersonal antara dua
orang atu lebih yang saling mempengaruhi. Perkembangan hubungan interpersonal
peserta didik senantiasa berkembang sesuai dengan bertambah usia dan taraf
pergaulan. karakteristik perkembangan interpersonal dari satu tahap ke tahap
lainnya mempunyai banyak perbedaan sehingga hal itu akan mempengaruhi bagaimana
cara seorang pendidik atau guru dalam melakukan dan cara pembelajarannya. Cara
pembelajaran yang di terapkan oleh seoranng pendidik harus senantiasa
disesuaikan dengan tahapan perkembangan hubungan interfersonal peserta didik.
Jiakalau tidak maka pendidikan yang kita berikan kepada peserta didik tidak
akan mencapai keberhasilan. Tahapan perkembangan hubungan interpersonal akan
mempengaruhi mengenai bagaiman cara dan metode seorang pendidik dalam
memberikan pendidikan peserta didik dan bagaimana cara kita memperlakukan dan
bersikap kepada peserta didik.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Hubungan interpersonal dapat
diartikan sebagi hubungan antar pribadi dengan pribadi yang lain. Hal itu sejalan dengan fotrah
manusia selain sebagai makhluk individual juga sebagai makhluk social sehingga
hubungan interpersonal pasti akan di alami oleh seluruh manusia yang hidup
secara normal.
Hakikat dari hubungan interpersonal
adalah bahwa ketika berkomunikasi, kita bukan hanya menyampaikan isi pesan,
tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonal. Jadi, kita bukan sekedar
menentukan content tetapi juga relationship. Pandangan ini merupakan hal baru
dan untuk menunjukkan hubungan pesan komunikan ini disebut sebagai
metakomunikasi.
Hubungan interfersonal selalu
mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan bertambahnya umur menuju
kepada tingkat kematangan dalam kehidupannya.
3.2
Saran-Saran
Seorang pendidik, guru dan orang tua haruslah paham dan mengetahui
perkembangan hubungan interpersonal peserta didik baik karakteristik,
tahapan dan factor yang mempengaruhinya.
Supaya dapat memahami dan mengetahui bagaimana cara yang tepat untuk mendidik
anak supaya anak didik yang didik mencapai keberhasilan. Jiak tampa memehami mengenai semua itu maka akan
sedikit kemungkian kalu pendidikan yang diberikan aknan mencapai keberhasilan.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Dra. Desmita, M.Si (2010) Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung
:PT. Remaja Rosda Karya
Ø Mahmud Hamdi,(2006) cara mendidik anak berdasarkan Al-qu’an.
Ashunnah dan Psikologi. Bandung :Hikmah
Ø Clara R. Pujdojogyanti, (1993):Konsep Diri Dalam Pendidikan, Jakarta
: Arcan
kasih tau titik footnotenya dong
BalasHapuskasih tau titik footnotenya dong
BalasHapusKasih tau titik footnotenya dong
BalasHapus