“PEMIKIRAN
FILSAFAT (EFISTIMOLOGI) JURGEN HABERMAS
DALAM BUKU
EFISTIMOLOGI KIRI”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam diri manusia terkandung
potensi-potensi kejiwaan (spiritual) yang sangat menentukan bagi esensi(diri)
dan eksistensi (keberadaan) manusia itu sendiri. Dengan potensi-potensi
kejiwaan, yaitu ”pikiran, perasaan, dan kemauan”, manusia berada dalam dirinya
sendiridan keberdaannya itu “mengunggguli” makhluk-makhluk lainnya. Jika
diperhatikan secara lebih seksama, pada umumnya ketika seseorang menghadapi
sesuatu secara otomatis muncul pertanyaan “apakah ini atau itu?”. Perasaaan
tersebut kemudian mendorong keingin tahuannya untuk mengerti dengan benar dan
kebenaran sesuatu itu. Dorongan keingintahuan manusia berawal dari pencapaian
pengetahuan hakikat, sebab musabab keberadaan. Keingintahuan manusia itu
bersifat dinamis, secara terus-menerus dan konsisten bergerak sampai
akar-akarnya.
Rasa ingin tahu mengenai sesuatu yang sampai
akar-akarnya itulah sebagai pertanda bahwa filsafat sudah mulai ada (filsafat
sudah lahir). Maka dari itu kelahiran filsafat disebabkan oleh dua ,faktor
penting, yaitu faktor “intern” dan ”ekstern”. Yang dimaksud dengan faktor
intern adalah kecenderungan atau dorongan dalam diri manusia,yaitu rasa ingin
tahu. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor ekstern, yaitu adanya hal atau
sesuatu yang menggejala di hadapan manusia, sehingga menimbulkan rasa heran dan
kagum. Potensi untuk menjadi makhluk berpengetahuan sudah tampak jelas di dalam
kandungan dan menjadi berkembang seiring dengan perkembangan usianya.
Masalah-masalah ini menjadi masalah yang mendasar dalam pengetahuan, masih ditambah
lagi masalah-masalah tematis yang berkaitan dengan masalah pengetahuan. Kesemua
ini akan dijawab khusus dalam cabang filsafat yaitu Epistemologi. .Epistemologi
membicarakan pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan.
Epistemologi barasal dari bahasa yunani yaitu
episteme yang artinya pengetahuan dan logos artinya ilmu atau pengetahuan yang
memiliki ciri-ciri ilmiah, atau pengetahuan yang bersifat relektif-kritis dan
sistematis. Secara teminologi, yaitu penguraian berdasarkan konsep-konsep yang
diberikan para ahli. Sejarah berkembangnya epistemologi sejalan dengan
berkembangnya manusia memperoleh pengetahuan. Perkembangan pengetahuan manusia
melahirkan berbagai jenis pengetahuan sistematis, misalnya: ilmu, filsafat,
theologi, ideologi, dan teknologi. Walaupun kesemuanya mempunyai karakteristik
yang berbeda, tetapi kesemuanya merupakan pengetahuan manusia.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana biografi tokoh
filsafah jorgen habermas?
2.
Bagaimanakah konsep epitimologi
jorgen habermas ?
3.
Bagaimanakah perkembangan
pemikiran jorgen tersebut dengan perkembangan masyarakat yang ada?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini selain
untuk memahami pemikiran efistimologi jurgen habermas khususnya yang terangkum
dalam buku efistimologi kiri yang di tulis oleh listiyono Dkk. Penulisan
makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Filsafat Ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Jurgen Habermas
Jurgen Habermas merupakan penerus Marxian yang
sangat kritis dari generasi kedua Mazhab Frankfurt. Ia, dilahirkan di Jerman 18
Juni 1929, seorang filsuf yang paling berpengaruh di abad kontemporer.
Pemikiran-pemikiranya mulai munncul setelah ia memasuki sebujah aliran filsafat
yang sejak 60 tahun semakin berpengaruh dalam dunia filsafat dan ilmu-ilmu
sosial. Habermas adalah seorang pemikir sosial yang sangat penting di dunia
dewasa ini. Lahir dari keluarga kelas menengah yang agak tradisional. Ayahnya
pernah menjabat direktur Kamar Dagang. Ketika berusia belasan tahun selama PD
II Habermas sangat dipengaruhi oleh perang itu. Berakhirnya perang menimbulkan
harapan dan peluang baru pemuda Jerman, termasuk Habermas. Hancurnya Nazisme
menimbulkan optimisme mengenai masa depan Jerman, namun Habermas kecewa karena
hampir tak ada kemajuan yang berarti di tahun-tahun permulaan sesudah perang.
Dengan berakhirnya kekuasaan Nazi, semua jenis peluang intelektual muncul, dan
buku-buku yang semula dilarang dibaca kini boleh dibaca dan tersedia buat
Habermas.
Tahun 1956 Habermas tiba di The Institute for
Social Research di Frankfurt dan bergabung dengan aliran Frankfurt. Ia
sebenarnya menjadi asisten riset dari Theodor Adomo, anggota aliran Frankfurt
yang sangat terkenal (Wiggershaus, 1994). Meski aliran Frankfurt sering
dianggap mengembangkan aliran pikiran yang sangat berhubungan secara logis,
pandangan Habermas tak seperti itu : Menurut saya, tak pernah ada teori yang
konsisten. Adorno pernah menulis esai kritis tentang kultur dan juga memberikan
seminar tentang Hegel. Ia memberikan latar belakang Marxis tertentu. (Habermas,
dikutip dalam Wiggershaus, 1994:2). Meski ia bergabung dengan The Institute for
Research, sedari awal Habermas telah menunjukkan orientasi intelektual yang
bebas.
B. Epistemologi Jurgen habermas
Latar belakang pemikiran Habermas terbentuk
dalam sebuah dialektika. Dialektika dengan pemikiran Marxi(an) dan utamanya
Mazhab Frankfurt, sebuah aliran neo-marxisme juga. Yang hendak diupayakan oleh
habermas adalah mengatasi segala bentuk kemacetan yang hendak di undur oleh
Mazhab Frankfurt. Menuret Habermas setidak-tidaknya ada enam tema dalam program
teori kritis, yaitu: bentuk-bentuk integrasi sosial masyarakat post liberal,
sosialisasi dan perkembangan ego, media massa dan kebudayaan massa, psikologi
sosial protes, teori kritik atau positivisme. Keenam tema itu yang menjadi
inspirasi bagi gerakan mahasiswa yang dikenal dengan “The New Left Movement”.
Penelitian terhadap hubungan antara ilmu peng¬etahuan dan kepentingan menjadi
salah satu usaha pokok Habermas. Penegasan kunci Habermas adalah bahwa tidak
masuk akal kita bicara umum tentang kepentingan di be¬lakang ilmu-ilmu
sebagaimana dilakukan oleh Horkheimer, Adorno dan Marcuse. Habermas menegaskan
(sesuai dengan pendekatan teori kritis sejak semula) bahwa ilmu pengetahuan
malah hanya mungkin sebagai perwujudan ke¬butuhan manusia, yang terungkap dalam
suatu kepentingan fundamental. Pekerjaan merupakan “bentuk sintesis manusia dan
alam yang di satu pihak mengikatkan objektivitas alam pada pekerjaan objektif
subjek-subjek (manusia¬manusia, FMS), tetapi di lain pihak tidak meniadakan
independensi eksistensinya” (EI. 46). Kenyataan ini menunjukkan bahwa pekerjaan
merupakan kategori epistemologi, istilah filsafat ilmu pengetahuan,
Teori kritis Mazhab Frankfurt awal ditentang
oleh teori tradisional, di mana teori tradisional mengatakan bahwa ‘pengetahuan
manusia tidak menyejarah sehingga teori-teori yang dihasilkan juga bersifat
ahistoris dan asosial atau bisa dikatakan teori ini berbentuk disenterested
(bebas dari kepentingan). Masalah-masalah dalam teori kritis dijawab oleh
habermas dengan mendasarkan teori kritis pada epistemologi yang bersifat
praktis dan rasionalitas ilmu, karena itu perlu adanya pembeda yang jelas
antara kepentingan kerja dengan paradigma komunikasi.
Pemikiran kritis merefleksikan masyarakat serta
dirinya sendiri dalam konteks dialektika struktur-struktur penindasan dan
emansipasi. Pemikiran kritis merasa diri bertanggungjawab terhadap keadaan sosial
yang nyata. Dengan demikian berpikir kritis berarti bahwa di suatu pihak
perdebatan tetap berlangsung ditingkat filosofis-teoritis, jadi filsafat kritis
tidak mau menjadi ideologi perjuangan. Tetapi di lain pihak filsafat kritis
berdasarkan anggapan-anggapan yang mana masuk sampai ke dalam inti
metodologinya bahwa justru sebagai kegiatan teoritis yang tetap tinggal dalam
medium pikiran.
Pada Filsafat ilmu pengetahuan social
melibatkan dirinya dalam dua isu: pertama; hakekat dunia, apa hakekat dari hal
yang ada (di dunia), ini dan adakah perbedaan dari keberadaannya. Kedua;
filsafat ilmu tertuju pada hakekat suatu penjelasan, mengenai cara mengetahui
pengetahuan sebagai pengetahuan Marx me¬ngatakan semua ilmu pengetahuan akan
menjadi berlebihan. kalau penampilan luar dan esensinya, persis sama. Tidak
satupun penampilan luar dari meja saya yang memberitahukan kepada saya, bahwa
ia terbuat dari jutaan, molekul yang bergabung satu sama lain. Menurut Marx
terdapat dua pengertian yang jelas di mana suatu pro¬ses sebab akibat
berlangsung dalam masyarakat.Pertama, seperangkat hubungan-hubungan sosial yang
pokok, struktur sosial, bisa di lihat sebagai pe¬nyebab hubungan-hubungan
sosial tertentu di permukaan misalnya seorang Marxis, bisa berdalih bahwa
argumen argumen politik yang di laporkan dalam berita-berita setiap hari di
sebabkan oleh hubun.gan-hubungan ekonomi yang penting, kendati argumen-argumen
itu tidak me-nyangkut ekonomi. Kedua, suatu struktur pokok yang se¬demikian
rupa, sehingga ia memiliki hukum-hukum tertentu atau
kecenderungan-kecenderungan perkembangan tertentu; misalnya mungkin ada
mekanisme tertentu didalam hubungan-hubungan pokok masyarakat kapitalis yang
mem¬bawa akibat krisis-krisis ekonomi yang berkelanjutan atau menyebabkan
meningkatnya campur tangan negara da¬lam kegiatan ekonomi. Pertanyaan tentang
bagaimana dunia da¬pat dimengerti (,masalah epistemologis) di pecahkan, dengan
manusia membuat dunia itu.
Selama beberapa tahun, Habermas menjadi pemikir
neo-Marxis paling terkenal di dunia. Namun, sesudah itu karyanya diperluasnya
sehingga meliputi berbagai masukan teoritis yang berbeda. Ia tetap optimis
terhadap masa depan kehidupan modern. Dengan optimisnya itulah ia menulis
tentang modernitas sebagai proyek yang belum selesai itu. Sementara Marx
memusatkan perhatian pada pekerjaan dan tenaga kerja, Habermas terutama
memusatkan perhatian pada masalah komunikasi yang ia anggap sebagai proses yang
lebih umum ketimbang pekerjaan. Sementara Marx memusatkan perhatian pada
pengaruh distortif dari struktur masyarakat kapitalis terhadap struktur
masyarakat kapitalis terhadap pekerjaan, Habermas memusatkan perhatian pada
cara struktur masyarakat modern mendistorsi komunikasi. Sementara Marx
membayangkan kehidupan masa depan ditandai oleh pekerjaan penuh dan tenaga
kerja kreatif, Habermas membayangkan masyarakat masa depan ditandai oleh
komunikasi bebas dan terbuka. Dengan demikian terdapat kesamaan yang
mengagetkan antara teori Marx dan habermas. Kesamaan paling umum adalah bahwa
keduanya merupakan pemikir modernitas yang yakin bahwa di masa hidup mereka,
proyek modernitas masih belum selesai (terciptanya pekerjaan penuh dan kreatif
menurut Marx dan terciptanya komunikasi bebas dan terbuka menurut Habermas).
Keduanya berkeyakinan bahwa di masa depan proyek modernitas ini selesai.
Komitmen terhadap modernisme dan keyakinannya
terhadap masa depan inilah yang menjauhkan Habermas dari kebanyakan pemikir
kontemporer terkenal lain seperti Jean Baudrillard dan pakar post-modernisme
lainnya. Sementara pakar post-modernisme ini sering terdorong ke arah
nihilisme, Habermas terus yakin dengan proyek jangka panjangnya (modernitas).
Begitu pula, sementara pemikir post-modern lain (misalnya Lyotard) menolak
kemungkinan penciptaan teori agung (grand theory), Habermas tetap bekerja
berdasarkan dan menyokong teori agung paling terkemuka dalam teori sosial
modern. Banyak risiko yang dihadapi Habermas dalam berjuang melawan pemikiran
pemikir post-modern. Bila mereka menang, Habermas mungkin akan dipandang
sebagai pemikir modernitas besar terakhir. Bila Habermas (dan penyokongnya)
yang tampil sebagai pemenang, ia mungkin akan dipandang sebagai “juru selamat”
proyek modernitas dan teori agung dalam ilmu sosial.
C. Analisa Habermas tentang Kapitalis Modern
Habermas tentang kapitalisme modern kurang
me¬naruh perhatian yang besar terhadap yang telah dike¬mukakan oleh para
madzhab Frankfurt yang lebih awal. Hal itu dilihat pertama-tama sebagai suatu
tahap da¬lam perkembangan yang bersifat evolusioner – suatu tingkat yang
mungkin berlangsung salah dan membawa benca¬na, tetapi bagi Habermas
bagaimanapun hal itu lebih merupakan suatu sistem sosial daripada suatu yang
jahat. Seperti para pemikir yang lebih dahulu, dia menekankan dominasi
teknologi dan nalar instrumental dan kits juga bisa lihat suatu pengalihan
pandangan kebelangan yang lebih nostaigik-pads periode kapital¬isme awal.
Habermas melihat kapitalisme modern seperti yang dikarakterkan oleh dominasi
negara atas ekonomi dan bidang-bidang lain dari kehidupan sosial. Bagi Habermas
intervensi negara dan akibat pertumbuhan dari nalar instrumental telah
menjangkau suatu titik berbahaya yang disebutnya sebagai suatu “utopia negatif”
adalah mungkin. Rasionalitas progesif dan putusan-pu¬tusan publik lebih
menjangkau titik dimana organisasi sosial dan perbuatan putusan mungkin bisa di
delegasikan kepada para penghitung mengeluarkannya dari arena perdebatan publik
secara bersama-sama.Analisa mengenai kapitalisme awal serupa dengan analisanya
Marx dengan krisis ekonomi sebagai hal yang paling penting. Bagaimanapun juga
kapitalisme bisa di¬lihat sebagai suatu kombinasi dari tebak-berapa-banyak
subsistem-subsistem: ekonomi, politik dan sosial buda¬ya dan tempat krisis yang
berpindah dari satu ke yang lainnya, ketika sistem berkembang krisis ekonomi
dan konflik yang di hasilkan antara pekerjaan dan model di lihat semata-mata
sebagai krisis sistem. Pertumbuhan integrasi dan kekuasaan dari negara
merupakan suatu respons dan suatu usaha yang berhasil, walaupun Habermas tidak
menyatakan bahwa krisis-krisis ekonomi telah, menghilang; memang untuk
sementara akan sulit untuk bersikap keras terhadap pernyataan separti ini.
D. Jurgen Habermas Untuk Menuju Teori Praktis
Teori kritis menurut Habermas di sebut dengan
“teori dengan maksud praktis” berarti tindakan yang membebaskan model teori
kritis dengan maksud praktis ditemukan Habermas. Dalam masalah teori-teori
Habermas mempunyai beberapa kepentingan; kepentingan peng-etahuan dan
kepentingan praktis ide itu bukanlah tidak serupa dengan mengatakan bahwa
seorang mahasiswa mengembangkan suatu “kepentingan” dengan maksud untuk
mem¬peroleh suatu tingkat dari tujuannya. Kepentingan yang dibicarakan Habermas
ini, bagaimanapun juga dimiliki oleh kita semua dalam keanggotaan masyarakat
manusia. Argumentasinya berakar di dalam karya Marx, dan kita temukan kritikan
utamanya tentang teori Marx.Kepentingan selanjutnya yaitu kepentingan prak¬tis,
yang pada gilirannya memunculkan ilmu pengetahuan Hermeneutik yang dengan
caranya menginterpretasikan tindakan satu sama lain. Baik secara individu,
sosial masyarakat maupun secara organisatoris secara kritis menurut Habermas.
Kepentingan praktis, kata Habermas memunculkan suatu kepentingan ketiga,
“kepentingan emansipatoris“. Dia membangkitkan pengetahuan teoritis, untuk itu Ha¬bermas
mengambil psikoanalisa sebagai model untuk mengkaitkan antara kemampuan
berfikir dan bertindak dengan kesa¬daran sendiri. Maka, teori bagi Habermas
merupakan suatu produk dan memenuhi maksud dari tindakan manusia. Se¬cara
esensial itu adalah alat untuk kebebasan manusia yang besar
E. Menuju Masyarakat Komunikatif ; akhir dari
pergeseran Rasionalitas Ilmu
Hubermas meyakini adanya kemajuan dalam
perubahan social dalam masyarakat melalui proses belajar. Tidak seperti Karl
Marx yang menyatakan dengan tegas bahwa bentuk masyarakat yang di cita-citakan
adalah bentuk masyarakat sosialis. Hubermas justru hanya memberikan ciri
normative dari masyarakat ideal dan di cita-citakan, yaitu bentuk masyarakat
yang komunikatif dan bebas dari dominasi. Mayarakat yang demikian selalu
mengedepankan perbrincangan rasional dengan paradigm komunikasi yang bebas dari
penguasaan.
Sebagaimana yang dijelaskan di atas, Hubermas
menyatakan bahwa proses belajar masyarakat secara evolusioner tergantung pda
kompetisi anggota masyarakatnya. Kompetensi itu dikembangkan bukan secara
individual dan terisolasi, melainkan lewat interaksi social dengan medium
struktur yang berasal dari kehidupan mereka.
Hubermas mencoba membuat sketsa 3 tahap
perkembangan kompetensi kommunikatif, yaitu: pertama, tahap interaksi melalui
symbol-simbol (bentuk komunikasi tunggal dan bersifat memerintah), dua, tahap
tuturan yang di-diferensiasikan dengan pernyataan-pernyataan, pada tahap ini
dikatakan telah terbentuk peran social karena setiap individu dapat menyatakan
sikap sebagai pelaku sekaligus pernyataan sebgai seorang pengamat, dimana
tingkah laku masing-masing individu salaing membentuk sebuah system motivasi
timbale balik. Tiga, tahap perbincangan (diskursus) argumentative, pada tahap
ini komunikasi sudah menyangkut pencarian klaim-klaim keshahihan tindakan dan
perkataan (speechs-acts).
BAB III
Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas maka dapat
disimpulkan beberapa hal, yakni :
1.
Bahwa Jurgen Habermas adalah
filosof dari Jerman yang menggunakan sifat kritis terhadap berbagai macam
per¬soalan termasuk teori tradisional. Tentu hal itu ti¬dak sendirian,
melainkan bersama temannya Adorno dan Horkheimer. Mereka semua itu berasal dari
madzhab Frankfurt, namun dengan itu dia termasuk taruhannya, dan selalu
dikritik orang-orang sekitarnya.
2.
Habermas mempunyai kesadaran
mengkritisi segala tin¬dakan yang merugikan sosial, baik itu secara individu
kelompok, masyarakat, ataupun organisasi.
3.
Habermas menggunakan dua
pendekatan dalam mengkritisi sesuatu; gaya pemikiran historis dan pemikiran
materialis. Dengan demikian ia tidak selalu menggunakan ga¬ya filsafat kritis.
Karena dia melihat adanya perubahan dalam sosial. Namun perubahan tersebut
tetap dalam kerangka sosial yang nyata.
4.
Komunikasi menjadi titik tolak
Habermas dan itu menjadi dasar dalam usaha mengatasi kebuntuan Teori Kritis
para pendahulunya.
IDENTITAS
BUKU
·
Judul Buku : Epistemologi Kiri
·
Penulis : Listiyono Santoso, dkk.
·
Penerbit : AR-RUZZ Press
·
Cetakan I, September 2003
·
Tebal 352 Halaman
Resensi Buku Secara Keseluruhan
Buku
ini adalh buku yang termasuk pada buku filsafat dan memuat Pemikiran berbagai Tokoh khusunya pemikiran
filsaft efistimologi yang dianggap kiri karena memangsenantiasa bersebrangan
dengan pemikiran yang sudah mapan. Kata “kiri” dalam pemikiran senatiasa
dikaitkan dengan komunis,sosialis dan Marxianisme akan tetapi semua itu dikupas
tuntas dalam buku ini.
Buku
ini mencoba untuk menwarkan berbagai pemikiran sebagai esensi dari filsafat dan
berfikir itu sendiri. Mencari kebenaran adalah esensi filsafat. Sedangkan
kebebasan menjadi ruh untuk berfilsafat. Karena itu, banyak filsuf yang hanya
melayang-layang saja, meneliti berbagai hal yang mungkin dan tidak pasti, serta
terus mencari dalam kebebasannya. Karena itu, pada dasarnya filsafat tidak
pernah sampai pada sintesis, namun hanya akan membentuk lingkaran pengetahuan
yang berpusar pada tesis dan sintesis seiring dengan berdetaknya sejarah waktu.
Terminologi
kiri, dalam ruang kesadaran pemikiran kita dewasa ini, dianggap sebagai
terminology anti-kemapanan, bersifat revolusioner, dan kadang menyeramkan.
Namun, esensi yang menyeruak dalam relung-relung terminology kiri telah
menggugah kesadaran kita bahwa akan selalu ada counterpart yang akan
menyeimbangkan hidup kita. Wacana nihilisme, dekonstruksi, dan falsifikasi akan
bertarung dengan logosentrisme, otoritarianisme, dan status qou. Dari pertarungan
inilah sebenarnya sintesis kesempurnaan itu terejawantah. Buku ini menawarkan
sebuah tematisasi pemikiran para filsuf yang dicap ‘Kiri’ oleh zaman.
Tematisasi ini merupakan langkah yang tepat, seiring dengan parsialitas wacana
yang tidak terejawantah dalam satu ikatan rangkaian. Oleh karena itu, buku ini
lebih tepatnya telah melakukan rekonstruksi terhadap parsialitas bahasan
tentang berbagai epistemology ke-Kiri-an. Sebuah usaha yang patut diapresiasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar