Rabu, 16 Januari 2013

“PEMIKIRAN FILSAFAT (EFISTIMOLOGI) JURGEN HABERMAS DALAM BUKU EFISTIMOLOGI KIRI”


“PEMIKIRAN FILSAFAT (EFISTIMOLOGI) JURGEN HABERMAS
DALAM BUKU EFISTIMOLOGI KIRI”
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam diri manusia terkandung potensi-potensi kejiwaan (spiritual) yang sangat menentukan bagi esensi(diri) dan eksistensi (keberadaan) manusia itu sendiri. Dengan potensi-potensi kejiwaan, yaitu ”pikiran, perasaan, dan kemauan”, manusia berada dalam dirinya sendiridan keberdaannya itu “mengunggguli” makhluk-makhluk lainnya. Jika diperhatikan secara lebih seksama, pada umumnya ketika seseorang menghadapi sesuatu secara otomatis muncul pertanyaan “apakah ini atau itu?”. Perasaaan tersebut kemudian mendorong keingin tahuannya untuk mengerti dengan benar dan kebenaran sesuatu itu. Dorongan keingintahuan manusia berawal dari pencapaian pengetahuan hakikat, sebab musabab keberadaan. Keingintahuan manusia itu bersifat dinamis, secara terus-menerus dan konsisten bergerak sampai akar-akarnya.
Rasa ingin tahu mengenai sesuatu yang sampai akar-akarnya itulah sebagai pertanda bahwa filsafat sudah mulai ada (filsafat sudah lahir). Maka dari itu kelahiran filsafat disebabkan oleh dua ,faktor penting, yaitu faktor “intern” dan ”ekstern”. Yang dimaksud dengan faktor intern adalah kecenderungan atau dorongan dalam diri manusia,yaitu rasa ingin tahu. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor ekstern, yaitu adanya hal atau sesuatu yang menggejala di hadapan manusia, sehingga menimbulkan rasa heran dan kagum. Potensi untuk menjadi makhluk berpengetahuan sudah tampak jelas di dalam kandungan dan menjadi berkembang seiring dengan perkembangan usianya. Masalah-masalah ini menjadi masalah yang mendasar dalam pengetahuan, masih ditambah lagi masalah-masalah tematis yang berkaitan dengan masalah pengetahuan. Kesemua ini akan dijawab khusus dalam cabang filsafat yaitu Epistemologi. .Epistemologi membicarakan pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan.
Epistemologi barasal dari bahasa yunani yaitu episteme yang artinya pengetahuan dan logos artinya ilmu atau pengetahuan yang memiliki ciri-ciri ilmiah, atau pengetahuan yang bersifat relektif-kritis dan sistematis. Secara teminologi, yaitu penguraian berdasarkan konsep-konsep yang diberikan para ahli. Sejarah berkembangnya epistemologi sejalan dengan berkembangnya manusia memperoleh pengetahuan. Perkembangan pengetahuan manusia melahirkan berbagai jenis pengetahuan sistematis, misalnya: ilmu, filsafat, theologi, ideologi, dan teknologi. Walaupun kesemuanya mempunyai karakteristik yang berbeda, tetapi kesemuanya merupakan pengetahuan manusia.

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi tokoh filsafah jorgen habermas?
2.      Bagaimanakah konsep epitimologi  jorgen habermas ?
3.      Bagaimanakah perkembangan pemikiran jorgen tersebut dengan perkembangan masyarakat yang ada?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini selain untuk memahami pemikiran efistimologi jurgen habermas khususnya yang terangkum dalam buku efistimologi kiri yang di tulis oleh listiyono Dkk. Penulisan makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Filsafat Ilmu.














BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Jurgen Habermas
Jurgen Habermas merupakan penerus Marxian yang sangat kritis dari generasi kedua Mazhab Frankfurt. Ia, dilahirkan di Jerman 18 Juni 1929, seorang filsuf yang paling berpengaruh di abad kontemporer. Pemikiran-pemikiranya mulai munncul setelah ia memasuki sebujah aliran filsafat yang sejak 60 tahun semakin berpengaruh dalam dunia filsafat dan ilmu-ilmu sosial. Habermas adalah seorang pemikir sosial yang sangat penting di dunia dewasa ini. Lahir dari keluarga kelas menengah yang agak tradisional. Ayahnya pernah menjabat direktur Kamar Dagang. Ketika berusia belasan tahun selama PD II Habermas sangat dipengaruhi oleh perang itu. Berakhirnya perang menimbulkan harapan dan peluang baru pemuda Jerman, termasuk Habermas. Hancurnya Nazisme menimbulkan optimisme mengenai masa depan Jerman, namun Habermas kecewa karena hampir tak ada kemajuan yang berarti di tahun-tahun permulaan sesudah perang. Dengan berakhirnya kekuasaan Nazi, semua jenis peluang intelektual muncul, dan buku-buku yang semula dilarang dibaca kini boleh dibaca dan tersedia buat Habermas.
Tahun 1956 Habermas tiba di The Institute for Social Research di Frankfurt dan bergabung dengan aliran Frankfurt. Ia sebenarnya menjadi asisten riset dari Theodor Adomo, anggota aliran Frankfurt yang sangat terkenal (Wiggershaus, 1994). Meski aliran Frankfurt sering dianggap mengembangkan aliran pikiran yang sangat berhubungan secara logis, pandangan Habermas tak seperti itu : Menurut saya, tak pernah ada teori yang konsisten. Adorno pernah menulis esai kritis tentang kultur dan juga memberikan seminar tentang Hegel. Ia memberikan latar belakang Marxis tertentu. (Habermas, dikutip dalam Wiggershaus, 1994:2). Meski ia bergabung dengan The Institute for Research, sedari awal Habermas telah menunjukkan orientasi intelektual yang bebas. 

B. Epistemologi Jurgen habermas
Latar belakang pemikiran Habermas terbentuk dalam sebuah dialektika. Dialektika dengan pemikiran Marxi(an) dan utamanya Mazhab Frankfurt, sebuah aliran neo-marxisme juga. Yang hendak diupayakan oleh habermas adalah mengatasi segala bentuk kemacetan yang hendak di undur oleh Mazhab Frankfurt. Menuret Habermas setidak-tidaknya ada enam tema dalam program teori kritis, yaitu: bentuk-bentuk integrasi sosial masyarakat post liberal, sosialisasi dan perkembangan ego, media massa dan kebudayaan massa, psikologi sosial protes, teori kritik atau positivisme. Keenam tema itu yang menjadi inspirasi bagi gerakan mahasiswa yang dikenal dengan “The New Left Movement”. Penelitian terhadap hubungan antara ilmu peng¬etahuan dan kepentingan menjadi salah satu usaha pokok Habermas. Penegasan kunci Habermas adalah bahwa tidak masuk akal kita bicara umum tentang kepentingan di be¬lakang ilmu-ilmu sebagaimana dilakukan oleh Horkheimer, Adorno dan Marcuse. Habermas menegaskan (sesuai dengan pendekatan teori kritis sejak semula) bahwa ilmu pengetahuan malah hanya mungkin sebagai perwujudan ke¬butuhan manusia, yang terungkap dalam suatu kepentingan fundamental. Pekerjaan merupakan “bentuk sintesis manusia dan alam yang di satu pihak mengikatkan objektivitas alam pada pekerjaan objektif subjek-subjek (manusia¬manusia, FMS), tetapi di lain pihak tidak meniadakan independensi eksistensinya” (EI. 46). Kenyataan ini menunjukkan bahwa pekerjaan merupakan kategori epistemologi, istilah filsafat ilmu pengetahuan,
Teori kritis Mazhab Frankfurt awal ditentang oleh teori tradisional, di mana teori tradisional mengatakan bahwa ‘pengetahuan manusia tidak menyejarah sehingga teori-teori yang dihasilkan juga bersifat ahistoris dan asosial atau bisa dikatakan teori ini berbentuk disenterested (bebas dari kepentingan). Masalah-masalah dalam teori kritis dijawab oleh habermas dengan mendasarkan teori kritis pada epistemologi yang bersifat praktis dan rasionalitas ilmu, karena itu perlu adanya pembeda yang jelas antara kepentingan kerja dengan paradigma komunikasi.
Pemikiran kritis merefleksikan masyarakat serta dirinya sendiri dalam konteks dialektika struktur-struktur penindasan dan emansipasi. Pemikiran kritis merasa diri bertanggungjawab terhadap keadaan sosial yang nyata. Dengan demikian berpikir kritis berarti bahwa di suatu pihak perdebatan tetap berlangsung ditingkat filosofis-teoritis, jadi filsafat kritis tidak mau menjadi ideologi perjuangan. Tetapi di lain pihak filsafat kritis berdasarkan anggapan-anggapan yang mana masuk sampai ke dalam inti metodologinya bahwa justru sebagai kegiatan teoritis yang tetap tinggal dalam medium pikiran.
Pada Filsafat ilmu pengetahuan social melibatkan dirinya dalam dua isu: pertama; hakekat dunia, apa hakekat dari hal yang ada (di dunia), ini dan adakah perbedaan dari keberadaannya. Kedua; filsafat ilmu tertuju pada hakekat suatu penjelasan, mengenai cara mengetahui pengetahuan sebagai pengetahuan Marx me¬ngatakan semua ilmu pengetahuan akan menjadi berlebihan. kalau penampilan luar dan esensinya, persis sama. Tidak satupun penampilan luar dari meja saya yang memberitahukan kepada saya, bahwa ia terbuat dari jutaan, molekul yang bergabung satu sama lain. Menurut Marx terdapat dua pengertian yang jelas di mana suatu pro¬ses sebab akibat berlangsung dalam masyarakat.Pertama, seperangkat hubungan-hubungan sosial yang pokok, struktur sosial, bisa di lihat sebagai pe¬nyebab hubungan-hubungan sosial tertentu di permukaan misalnya seorang Marxis, bisa berdalih bahwa argumen argumen politik yang di laporkan dalam berita-berita setiap hari di sebabkan oleh hubun.gan-hubungan ekonomi yang penting, kendati argumen-argumen itu tidak me-nyangkut ekonomi. Kedua, suatu struktur pokok yang se¬demikian rupa, sehingga ia memiliki hukum-hukum tertentu atau kecenderungan-kecenderungan perkembangan tertentu; misalnya mungkin ada mekanisme tertentu didalam hubungan-hubungan pokok masyarakat kapitalis yang mem¬bawa akibat krisis-krisis ekonomi yang berkelanjutan atau menyebabkan meningkatnya campur tangan negara da¬lam kegiatan ekonomi. Pertanyaan tentang bagaimana dunia da¬pat dimengerti (,masalah epistemologis) di pecahkan, dengan manusia membuat dunia itu.
Selama beberapa tahun, Habermas menjadi pemikir neo-Marxis paling terkenal di dunia. Namun, sesudah itu karyanya diperluasnya sehingga meliputi berbagai masukan teoritis yang berbeda. Ia tetap optimis terhadap masa depan kehidupan modern. Dengan optimisnya itulah ia menulis tentang modernitas sebagai proyek yang belum selesai itu. Sementara Marx memusatkan perhatian pada pekerjaan dan tenaga kerja, Habermas terutama memusatkan perhatian pada masalah komunikasi yang ia anggap sebagai proses yang lebih umum ketimbang pekerjaan. Sementara Marx memusatkan perhatian pada pengaruh distortif dari struktur masyarakat kapitalis terhadap struktur masyarakat kapitalis terhadap pekerjaan, Habermas memusatkan perhatian pada cara struktur masyarakat modern mendistorsi komunikasi. Sementara Marx membayangkan kehidupan masa depan ditandai oleh pekerjaan penuh dan tenaga kerja kreatif, Habermas membayangkan masyarakat masa depan ditandai oleh komunikasi bebas dan terbuka. Dengan demikian terdapat kesamaan yang mengagetkan antara teori Marx dan habermas. Kesamaan paling umum adalah bahwa keduanya merupakan pemikir modernitas yang yakin bahwa di masa hidup mereka, proyek modernitas masih belum selesai (terciptanya pekerjaan penuh dan kreatif menurut Marx dan terciptanya komunikasi bebas dan terbuka menurut Habermas). Keduanya berkeyakinan bahwa di masa depan proyek modernitas ini selesai.
Komitmen terhadap modernisme dan keyakinannya terhadap masa depan inilah yang menjauhkan Habermas dari kebanyakan pemikir kontemporer terkenal lain seperti Jean Baudrillard dan pakar post-modernisme lainnya. Sementara pakar post-modernisme ini sering terdorong ke arah nihilisme, Habermas terus yakin dengan proyek jangka panjangnya (modernitas). Begitu pula, sementara pemikir post-modern lain (misalnya Lyotard) menolak kemungkinan penciptaan teori agung (grand theory), Habermas tetap bekerja berdasarkan dan menyokong teori agung paling terkemuka dalam teori sosial modern. Banyak risiko yang dihadapi Habermas dalam berjuang melawan pemikiran pemikir post-modern. Bila mereka menang, Habermas mungkin akan dipandang sebagai pemikir modernitas besar terakhir. Bila Habermas (dan penyokongnya) yang tampil sebagai pemenang, ia mungkin akan dipandang sebagai “juru selamat” proyek modernitas dan teori agung dalam ilmu sosial. 

C. Analisa Habermas tentang Kapitalis Modern
Habermas tentang kapitalisme modern kurang me¬naruh perhatian yang besar terhadap yang telah dike¬mukakan oleh para madzhab Frankfurt yang lebih awal. Hal itu dilihat pertama-tama sebagai suatu tahap da¬lam perkembangan yang bersifat evolusioner – suatu tingkat yang mungkin berlangsung salah dan membawa benca¬na, tetapi bagi Habermas bagaimanapun hal itu lebih merupakan suatu sistem sosial daripada suatu yang jahat. Seperti para pemikir yang lebih dahulu, dia menekankan dominasi teknologi dan nalar instrumental dan kits juga bisa lihat suatu pengalihan pandangan kebelangan yang lebih nostaigik-pads periode kapital¬isme awal. Habermas melihat kapitalisme modern seperti yang dikarakterkan oleh dominasi negara atas ekonomi dan bidang-bidang lain dari kehidupan sosial. Bagi Habermas intervensi negara dan akibat pertumbuhan dari nalar instrumental telah menjangkau suatu titik berbahaya yang disebutnya sebagai suatu “utopia negatif” adalah mungkin. Rasionalitas progesif dan putusan-pu¬tusan publik lebih menjangkau titik dimana organisasi sosial dan perbuatan putusan mungkin bisa di delegasikan kepada para penghitung mengeluarkannya dari arena perdebatan publik secara bersama-sama.Analisa mengenai kapitalisme awal serupa dengan analisanya Marx dengan krisis ekonomi sebagai hal yang paling penting. Bagaimanapun juga kapitalisme bisa di¬lihat sebagai suatu kombinasi dari tebak-berapa-banyak subsistem-subsistem: ekonomi, politik dan sosial buda¬ya dan tempat krisis yang berpindah dari satu ke yang lainnya, ketika sistem berkembang krisis ekonomi dan konflik yang di hasilkan antara pekerjaan dan model di lihat semata-mata sebagai krisis sistem. Pertumbuhan integrasi dan kekuasaan dari negara merupakan suatu respons dan suatu usaha yang berhasil, walaupun Habermas tidak menyatakan bahwa krisis-krisis ekonomi telah, menghilang; memang untuk sementara akan sulit untuk bersikap keras terhadap pernyataan separti ini.

D. Jurgen Habermas Untuk Menuju Teori Praktis
Teori kritis menurut Habermas di sebut dengan “teori dengan maksud praktis” berarti tindakan yang membebaskan model teori kritis dengan maksud praktis ditemukan Habermas. Dalam masalah teori-teori Habermas mempunyai beberapa kepentingan; kepentingan peng-etahuan dan kepentingan praktis ide itu bukanlah tidak serupa dengan mengatakan bahwa seorang mahasiswa mengembangkan suatu “kepentingan” dengan maksud untuk mem¬peroleh suatu tingkat dari tujuannya. Kepentingan yang dibicarakan Habermas ini, bagaimanapun juga dimiliki oleh kita semua dalam keanggotaan masyarakat manusia. Argumentasinya berakar di dalam karya Marx, dan kita temukan kritikan utamanya tentang teori Marx.Kepentingan selanjutnya yaitu kepentingan prak¬tis, yang pada gilirannya memunculkan ilmu pengetahuan Hermeneutik yang dengan caranya menginterpretasikan tindakan satu sama lain. Baik secara individu, sosial masyarakat maupun secara organisatoris secara kritis menurut Habermas. Kepentingan praktis, kata Habermas memunculkan suatu kepentingan ketiga, “kepentingan emansipatoris“. Dia membangkitkan pengetahuan teoritis, untuk itu Ha¬bermas mengambil psikoanalisa sebagai model untuk mengkaitkan antara kemampuan berfikir dan bertindak dengan kesa¬daran sendiri. Maka, teori bagi Habermas merupakan suatu produk dan memenuhi maksud dari tindakan manusia. Se¬cara esensial itu adalah alat untuk kebebasan manusia yang besar



E. Menuju Masyarakat Komunikatif ; akhir dari pergeseran Rasionalitas Ilmu
Hubermas meyakini adanya kemajuan dalam perubahan social dalam masyarakat melalui proses belajar. Tidak seperti Karl Marx yang menyatakan dengan tegas bahwa bentuk masyarakat yang di cita-citakan adalah bentuk masyarakat sosialis. Hubermas justru hanya memberikan ciri normative dari masyarakat ideal dan di cita-citakan, yaitu bentuk masyarakat yang komunikatif dan bebas dari dominasi. Mayarakat yang demikian selalu mengedepankan perbrincangan rasional dengan paradigm komunikasi yang bebas dari penguasaan.
Sebagaimana yang dijelaskan di atas, Hubermas menyatakan bahwa proses belajar masyarakat secara evolusioner tergantung pda kompetisi anggota masyarakatnya. Kompetensi itu dikembangkan bukan secara individual dan terisolasi, melainkan lewat interaksi social dengan medium struktur yang berasal dari kehidupan mereka.
Hubermas mencoba membuat sketsa 3 tahap perkembangan kompetensi kommunikatif, yaitu: pertama, tahap interaksi melalui symbol-simbol (bentuk komunikasi tunggal dan bersifat memerintah), dua, tahap tuturan yang di-diferensiasikan dengan pernyataan-pernyataan, pada tahap ini dikatakan telah terbentuk peran social karena setiap individu dapat menyatakan sikap sebagai pelaku sekaligus pernyataan sebgai seorang pengamat, dimana tingkah laku masing-masing individu salaing membentuk sebuah system motivasi timbale balik. Tiga, tahap perbincangan (diskursus) argumentative, pada tahap ini komunikasi sudah menyangkut pencarian klaim-klaim keshahihan tindakan dan perkataan (speechs-acts).












BAB III
Kesimpulan

Dari uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal, yakni :
1.      Bahwa Jurgen Habermas adalah filosof dari Jerman yang menggunakan sifat kritis terhadap berbagai macam per¬soalan termasuk teori tradisional. Tentu hal itu ti¬dak sendirian, melainkan bersama temannya Adorno dan Horkheimer. Mereka semua itu berasal dari madzhab Frankfurt, namun dengan itu dia termasuk taruhannya, dan selalu dikritik orang-orang sekitarnya.
2.      Habermas mempunyai kesadaran mengkritisi segala tin¬dakan yang merugikan sosial, baik itu secara individu kelompok, masyarakat, ataupun organisasi.
3.      Habermas menggunakan dua pendekatan dalam mengkritisi sesuatu; gaya pemikiran historis dan pemikiran materialis. Dengan demikian ia tidak selalu menggunakan ga¬ya filsafat kritis. Karena dia melihat adanya perubahan dalam sosial. Namun perubahan tersebut tetap dalam kerangka sosial yang nyata.
4.      Komunikasi menjadi titik tolak Habermas dan itu menjadi dasar dalam usaha mengatasi kebuntuan Teori Kritis para pendahulunya.















IDENTITAS BUKU
·         Judul Buku    : Epistemologi Kiri
·         Penulis            : Listiyono Santoso, dkk.
·         Penerbit          : AR-RUZZ Press
·         Cetakan I, September 2003
·         Tebal 352 Halaman
Resensi Buku Secara Keseluruhan
Buku ini adalh buku yang termasuk pada buku filsafat dan memuat  Pemikiran berbagai Tokoh khusunya pemikiran filsaft efistimologi yang dianggap kiri karena memangsenantiasa bersebrangan dengan pemikiran yang sudah mapan. Kata “kiri” dalam pemikiran senatiasa dikaitkan dengan komunis,sosialis dan Marxianisme akan tetapi semua itu dikupas tuntas dalam buku ini.
Buku ini mencoba untuk menwarkan berbagai pemikiran sebagai esensi dari filsafat dan berfikir itu sendiri. Mencari kebenaran adalah esensi filsafat. Sedangkan kebebasan menjadi ruh untuk berfilsafat. Karena itu, banyak filsuf yang hanya melayang-layang saja, meneliti berbagai hal yang mungkin dan tidak pasti, serta terus mencari dalam kebebasannya. Karena itu, pada dasarnya filsafat tidak pernah sampai pada sintesis, namun hanya akan membentuk lingkaran pengetahuan yang berpusar pada tesis dan sintesis seiring dengan berdetaknya sejarah waktu.
Terminologi kiri, dalam ruang kesadaran pemikiran kita dewasa ini, dianggap sebagai terminology anti-kemapanan, bersifat revolusioner, dan kadang menyeramkan. Namun, esensi yang menyeruak dalam relung-relung terminology kiri telah menggugah kesadaran kita bahwa akan selalu ada counterpart yang akan menyeimbangkan hidup kita. Wacana nihilisme, dekonstruksi, dan falsifikasi akan bertarung dengan logosentrisme, otoritarianisme, dan status qou. Dari pertarungan inilah sebenarnya sintesis kesempurnaan itu terejawantah. Buku ini menawarkan sebuah tematisasi pemikiran para filsuf yang dicap ‘Kiri’ oleh zaman. Tematisasi ini merupakan langkah yang tepat, seiring dengan parsialitas wacana yang tidak terejawantah dalam satu ikatan rangkaian. Oleh karena itu, buku ini lebih tepatnya telah melakukan rekonstruksi terhadap parsialitas bahasan tentang berbagai epistemology ke-Kiri-an. Sebuah usaha yang patut diapresiasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar